Beda dengan Luhut, Pengamat Sebut Utang RI Tertinggi Dibanding Negara Berkembang

10 Agustus 2022 17:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tumpukan utang pemerintah RI. Foto: Nadiah Ariqah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tumpukan utang pemerintah RI. Foto: Nadiah Ariqah/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut utang pemerintah Indonesia saat ini merupakan salah satu yang terkecil di dunia. Adapun per akhir Juni 2022, total utang pemerintah sebesar Rp 7.123,6 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 39,56 persen.
ADVERTISEMENT
"Saya jelaskan lagi jangan bohongi rakyat Rp 7.000 triliun (total utang pemerintah). Kita salah satu negara punya utang terkecil di dunia, 40 persen sekian dari PDB itu di-manage dengan baik," tegas Luhut saat melakukan groundbreaking Tol Serang-Panimbang Seksi 3 di Pandeglang, Banten, Senin (8/8).
Merespons hal tersebut, Ekonom sekaligus Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, berdasarkan data International Debt Statistics Bank Dunia 2022, posisi utang luar negeri Indonesia terakhir mencapai USD 417,5 miliar.
Secara nominal utang Indonesia lebih tinggi dibanding negara berkembang lain, seperti Vietnam hanya memiliki USD 125 miliar utang, Thailand USD 204 miliar, Filipina USD 94 miliar, dan Mesir USD 131 miliar.
ADVERTISEMENT
"Bisa dikatakan Indonesia salah satu negara lower-middle income country yang jumlahnya utangnya besar. Secara pertumbuhan angka utang Indonesia meningkat 30,9 persen sejak tahun 2016," kata Bhima ketika dihubungi kumparan, Rabu (10/8).
Bhima menilai, beberapa utang tidak bisa langsung dikategorikan sebagai utang pemerintah, misalnya penugasan pembangunan infrastruktur oleh BUMN. "Ini yang dikategorikan sebagai utang seolah-olah bukan utang pemerintah, tapi sebenarnya ada kaitan dengan risiko ke APBN juga," sambung Bhima.
Tak hanya itu, hidden debt juga dinilai berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Bhima mencontohkan soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang mengalami pembengkakan biaya. Awalnya adalah B2B, akhirnya sebagian ditanggung oleh APBN melalui penyertaan modal ke BUMN.
Dia melanjutkan, rasio cadangan devisa terhadap total utang pun semakin melemah. Pada 2020, reserves to external debt stocks berada pada level 31 persen, sementara tahun 2010 ada di level 47 persen.
ADVERTISEMENT
"Jelas, antara laju utang dengan kemampuan menghasilkan devisa semakin tidak berbanding lurus. Akibatnya tekanan selisih kurs akan membuat beban utang meningkat signifikan. Apalagi ada risiko kenaikan tingkat suku bunga, ini akan membuat Indonesia harus membayar lebih mahal bunga utang baru kedepannya," jelas dia.
Efektivitas penggunaan utang untuk infrastruktur, kata dia, perlu diragukan. Pasalnya, porsi belanja pemerintah yang paling gemuk masih belanja pegawai, belanja barang, dan belanja pembayaran bunga utang. Sementara belanja modal masih tertinggal di urutan belakang.
"Lagipula kalau sekedar membanggakan utang untuk oli pembangunan, ya namanya kurang kreatif itu. Hati-hati berakhir seperti Srilanka kalau utang terlalu agresif, sementara pembangunan infrastruktur nya bermasalah," tandas Bhima.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah di Acara Jago Bootcamp, Bali, Kamis (28/10). Foto: Selfy Momongan/kumparan

CORE Amini Pernyataan Luhut soal Utang

Dihubungi terpisah, ekonomi sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, dirinya sependapat dengan Luhut.
ADVERTISEMENT
"Saya sependapat dengan pak Luhut.Utang pemerintah itu tidak bisa dilihat dari nominalnya. Kalau dilihat nominal, apalagi kemudian diukur dengan kantongnya kita, utang pemerintah Rp 7 ribu triliun itu besar sekali," ungkap Piter.
Menurut dia, utang pemerintah harus dilihat dalam bentuk ratio terhadap PDB. Berdasarkan UU Keuangan Negara, utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60 persen PDB. Untuk menjaga hal tersebut pemerintah harus membatasi defisit APBN setiap tahunnya tidak boleh lebih dari minus 3 persen.
"Dengan menggunakan batasan 60 persen Indonesia masih sangat aman. Karena sampai saat ini rasio utang pemerintah masih terjaga di kisaran 40 persen. Analogi sederhananya begini. Dokter menyatakan batas berat badan yang sehat adalah 60 kg. Sekarang ini berat badan pemerintah adalah 40 kg. Kira2 kita perlu khawatir dengan berat badan pemerintah? Ingat bahwa dokter sudah kasih batas 60 kg," jelas dia.
ADVERTISEMENT
"Selain itu kalau kita bicara kemampuan bayar utang, pemerintah kita tidak pernah gagal bayar utang. Apalagi sekarang ini komposisi utang kita sudah berbeda sekali, mayoritas adalah utang domestik. Struktur nya semakin sehat," sambung dia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas maksimal rasio utang pemerintah adalah 60 persen terhadap PDB. Artinya, rasio utang pemerintah saat ini bisa dikatakan aman berdasarkan beleid tersebut.
Jika dilihat dari jenisnya, utang pemerintah ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 88,46 persen atau Rp 6.301 triliun dan sisanya sebesar 11,5 persen atau Rp 821,7 triliun merupakan pinjaman.
Dirinci lebih lanjut, jumlah SBN domestik atau berdenominasi rupiah sebesar Rp 4.99,52 triliun, terdiri dari Rp 4.092,03 triliun Surat Utang Negara (SUN) dan Rp 900,48 triliun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Sedangkan SBN berdenominasi valas sebesar Rp 1.309,36 triliun, terdiri dari SUN Rp 981,95 triliun dan SBSN Rp 327,40 triliun.
ADVERTISEMENT