Beda Nasib Petani Kelapa Sawit Bersertifikat dan Tidak di Tengah Pandemi

10 Juni 2020 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit di Desa Raja Bejamu Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit di Desa Raja Bejamu Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 sangat mengganggu aktivitas petani kelapa sawit di daerah. Mereka tidak mampu bekerja secara rutin untuk panen di lahan karena ada pembatasan aktivitas pabrik.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, setidaknya petani kelapa sawit yang memiliki sertifikat berkelanjutan (ramah lingkungan) memiliki keuntungan lebih dibanding yang tidak khususnya pada saat pandemi terjadi.
Salah satu forum petani kelapa sawit, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) merinci ada beberapa keuntungan yang didapat salah satunya memiliki mitra yang menjamin membeli kelapa sawit.
“(Petani bersertifikat) dapat akses langsung ke pabrik,” urai Kepala Sekolah Fortasbi, Rukaiyah Rafiq saat diskusi virtual, Rabu (10/6).
Aktivitas Petani Plasma Kelapa Sawit Asian Agri di Provinsi Riau, Jumat (22/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
Sementara untuk petani kelapa sawit yang tidak memiliki sertifikat tidak mendapat akses langsung ke mitra pembeli. Bahkan tak jarang, kata Rukaiyah, para petani mendapat harga yang lebih murah.
“Kemudian petani rentan, ada kecenderungan pertanian terjebak COVID-19 karena tidak bisa ke pabrik. Ada tengkulak yang mempermainkan harga, ada perbedaan Rp 500 per ton (dibanding petani yang memiliki sertifikat berkelanjutan) di pabrik dan lingkaran tengkulak,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu dari sisi insentif, menurut Rukaiyah, petani kelapa sawit yang memiliki sertifikat akan mendapat bantuan insentif berupa bantuan sembako untuk petani dan anggota kelompok.
Selain itu, petani sertifikat memiliki cadangan simpanan seperti pupuk organik, simpan pinjam hingga variasi bisnis peternakan. Berbeda dengan petani kelapa sawit berkelanjutan, petani kelapa sawit yang tidak memiliki sertifikat kesulitan pada saat akses pinjaman.
“Akses ke bank tutup. Akses keuangan hanya tersedia di toko dan tengkulak,” katanya.