Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
BEI dan OJK Diminta Larang Aksi Korporasi BFI Finance
8 Agustus 2018 15:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB

ADVERTISEMENT
PT Aryaputra Teguharta yakin, penetapan penundaan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 19 Juli 2018 lalu terkait 12 produk tata usaha negara PT BFI Finance Tbk, melarang BFI melakukan aksi korporasi.
ADVERTISEMENT
Adapun 12 objek sengketa perkara yang diajukan untuk ditunda oleh Aryaputra, yaitu perubahan anggaran dasar PT BFI Finance Tbk (BFIN) pada 2001, 2007-2009, 2012-2017, data profil BFI serta perbaikan profil BFI pada 2018.
“Tindak lanjut atas diterbitkannya penetapan penundaan ini, Menkumham juga telah melakukan tindakan dengan memblokir Profil Perusahaan dan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Melalui pemblokiran ini, tidak satu pihak pun yang bisa melakukan aksi korporasi terkait BFI,” kata kuasa hukum Aryaputra dari kantor hukum HHR Lawyer, Asido M. Panjaitan, di Jakarta, Rabu (8/8).
Dia menjelaskan, aksi korporasi yang termasuk di dalamnya berupa perubahan struktur kepemilikan saham, yang mencakup jual beli saham BFI dan melakukan perubahan anggaran dasar perseroan.
ADVERTISEMENT
Asido mengatakan, dalam waktu dekat, pihaknya mendapat kabar adanya rencana pembelian saham sebanyak 19,9 persen saham oleh Compass Banca S.P.A di mana 100 persen sahamnya dimiliki oleh Mediobanca S.P.A, private investment bank dari Italia.
“Sejauh ini kami sudah mengirim surat terbuka kepada calon buyer tersebut. Dalam surat tersebut kami mengatakan bahwa objek yang sedang diperjualbelikan itu bersengketa. Karenanya, calon buyer itu harus mengikuti prinsip hukum caveat emptor, yakni buyer must be aware karena dia tahu bahwa objek sedang sengketa,” tambahnya.

Di sisi lain, Asido juga menyampaikan harapannya agar jajaran direksi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan perlindungan dan kepastian hukum dengan melarang aksi korporasi PT BFI ini.
ADVERTISEMENT
“Kami mohon kepada BEI dan OJK agar pemegang saham pengendali tidak dilakukan transaksi dialihkan atau dijual. Kami sudah mengirim surat permohonan kepada OJK dan BEI, surat sengketa juga kami lampirkan. Hanya saja belum mendapat respons hingga saat ini. Kami masih menunggu 8 sampai 10 jam lah,” katanya lagi.
Sebelumnya, sengketa saham milik Aryaputra berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance. Sebanyak 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko jadi jaminan atas fasilitas tersebut.
Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut.
ADVERTISEMENT
Sayangnya hal itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sebanyak 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris.
Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra. Peralihan saham ini yang kemudian disahkan oleh Kemkumham, dan jadi objek sengketa perkara tersebut.