BEI: Indofarma Belum Sampaikan Laporan Keuangan Tahun 2023

6 Juni 2024 11:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Indofarma. Foto: Indofarma
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Indofarma. Foto: Indofarma
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan PT Indofarma Tbk (INAF) belum menyampaikan laporan keuangan tahun 2023 kepada otoritas bursa. INAF saat ini sedang disorot karena adanya indikasi fraud.
ADVERTISEMENT
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, mengatakan Bursa telah melakukan permintaan penjelasan kepada INAF.
Atas permintaan penjelasan itu, INAF menjelaskan kebenaran pemberitaan terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menyimpulkan adanya penyimpangan berindikasi tindak pidana, yang mengakibatkan indikasi kerugian negara telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindak lanjuti.
“Indofarma sampai dengan saat ini belum menyampaikan laporan keuangan tahunan 31 Desember 2023,” kata Nyoman kepada wartawan, Kamis (6/6).
Berdasarkan laporan keuangan tahunan 31 Desember 2020, 2021 dan 2022, perseroan memperoleh opini Wajar tanpa Pengecualian (WTP) dari KAP Hendrawinata Hanny Erwin dan Sumargo.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna saat ditemui di Gedung BEI, Selasa (7/5/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Nyoman menyebut Bursa sedang melakukan analisis lebih lanjut atas penyajian laporan keuangan yang telah disampaikan oleh INAF dan senantiasa memantau pemberitaan atas hasil pemeriksaan lebih lanjut oleh Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
BPK sebelumnya melaporkan ada indikasi fraud yang dilakukan Indofarma dan anak usahanya, PT IGM yang menimbulkan kerugian. Salah satu fraud yang dilakukan adalah melakukan pinjaman online (pinjol) yang tidak dilaporkan di laporan keuangan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar, persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar, dan beban pajak dari penjualan fiktif FMCG sebesar Rp 18,26 miliar.
"Melakukan pinjaman online (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan," tulis dokumen IHPS II Tahun 2023, BPK dikutip Selasa (4/6).
ADVERTISEMENT