Belajar ke Kerteh untuk Membangun Industri Migas Terintegrasi

28 Januari 2018 11:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pabrik petrokimia milik Petronas. (Foto: Wendiyanto/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pabrik petrokimia milik Petronas. (Foto: Wendiyanto/ kumparan)
ADVERTISEMENT
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengajak pimpinan sejumlah media asal Indonesia berkunjung ke sejumlah fasilitas produksi industri minyak dan gas bumi (Migas), milik Petronas. Salah satu yang dikunjungi dalam perjalanan 24-26 Januari 2018 itu, adalah pusat industri migas terbesar di Malaysia, yakni di Kerteh, Negara Bagian Trengganu.
ADVERTISEMENT
Di kota pesisir timur Malaysia itu, Petronas memiliki industri migas yang terintegrasi mulai dari sektor hulu (upstream), pengolahan, hingga sektor hilir (downstream). Di lepas pantainya, Petronas memiliki sejumlah sumur penghasil minyak dan gas bumi.
Sedangkan di daratan kota yang berjarak 410 km dari Kuala Lumpur ini, industri pengolahan dan hilir Petronas menempati lahan hingga 4.000 hektare. Pada area seluas itu, Petronas mengelola kilang minyak dengan kapasitas 123.000 barel per hari.
Kilang di Kerteh ini merupakan salah satu dari tiga kilang yang dimiliki Petronas. Pada 2019 nanti, Petronas akan memiliki kilang ke-4 di Pengerang, Johor, dengan kapasitas 300.000 barel per hari.
Jalan tol menuju Trengganu. (Foto: dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Jalan tol menuju Trengganu. (Foto: dok. Istimewa)
Masih di areal yang sama di Kerteh, Petronas membangun secara terintegrasi Terminal Gas Trengganu (TGAST) dengan kapasitas 700 juta kaki kubik per hari, serta industri petrokimia. Pabrik petrokimia yang dikelola Petronas Chemical Group (PCG) itu, memiliki kapasitas produksi yang terbesar di Asia Pasifik dan ke-4 terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
CEO PCG Sazali Hamzah mengatakan, industri yang dipimpinnya menghasilkan berbagai produk petrokimia seperti aneka polimer, methanol, olefins dan berbagai produk turunannya, aromatics, serta yang tak kalah penting adalah pupuk urea. “Hampir semua produk petrokimia kita hasilkan di sini,” katanya di hadapan rombongan SKK Migas dan pemimpin media asal Indonesia.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar (kiri). (Foto: Wendiyanto/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar (kiri). (Foto: Wendiyanto/ kumparan)
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar mengatakan, pihaknya juga sangat mendambakan Indonesia memiliki industri migas yang terintegrasi dari hulu ke hilir seperti yang dimiliki Petronas di Kerteh. “Kita ‘kan ranahnya di hulu. Kalau ada yang seperti ini (industri migas terintegrasi), ya kita siapkan pasokan bahan bakunya. Potensi gas bumi Indonesia sangat besar,” katanya kepada kumparan (kumparan.com).
Menurutnya, tantangan terbesar yang dihadapi jika Indonesia ingin memiliki industri migas terintegrasi, adalah masalah pendanaan. “Biaya investasinya sangat besar. Tentu untuk mendapatkan investor bukan perkara mudah.”
Menara Petronas di Kuala Lumpur. (Foto: Wendiyanto/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menara Petronas di Kuala Lumpur. (Foto: Wendiyanto/ kumparan)
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher menjelaskan industri yang ada di Indonesia saat ini masih sektoral dan belum terintegrasi. Petrokimia misalnya, yang di Gresik hanya menghasilkan pupuk. Sedangkan yang di Cilegon milik PT Chandra Asri Petrochemical hanya menghasilkan polymer dan olefins, dengan bahan baku kondensat yang sebagiannya masih diimpor.
ADVERTISEMENT
"Kebutuhan kondensat untuk bahan baku petrokimia-nya Chandra Asri dipasok dari kilang Balongan, Indramayu. Tapi baru bisa memenuhi sebagian kebutuhan," ujarnya. Dia menambahkan potensi gas bumi Indonesia sangat besar, dan bisa menjadi bahan baku pengganti kondensat untuk industri petrokimia.