Benarkah Aturan PLTS Atap Hanya Untungkan Orang Kaya?

27 Agustus 2021 17:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian EDSM, Jakarta, Rabu (24/3). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian EDSM, Jakarta, Rabu (24/3). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap Oleh Konsumen PT PLN (Persero) yang akan segera rampung menuai beragam respons. Ada pihak-pihak yang menilai revisi tersebut hanya akan menguntungkan orang kaya.
ADVERTISEMENT
Pakar energi dan guru besar Institut Teknologi 10 November Surabaya, Mukhtasor, menyatakan pengembangan pembangkit tenaga surya harusnya diarahkan ke daerah-daerah terpencil yang pasokan listriknya masih defisit.
Pengguna PLTS Atap saat ini masih terkonsentrasi di kota-kota besar yang sudah surplus listrik. Rumah dan bangunan yang memakainya pun dimiliki oleh orang-orang kaya. Jika PLN diwajibkan membeli listrik dari PLTS Atap dengan harga tinggi, padahal PLN sendiri sudah surplus listrik, yang diuntungkan hanya orang kaya.

Benarkah Aturan PLTS Hanya Untungkan Orang Kaya?

Direktur Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan salah satu urgensi aturan ini diubah agar makin banyak penggunanya, terutama dari kalangan rumah tangga dan industri. Adapun modal untuk memasang PLTS Atas berkisar Rp 20 juta per rumah.
ADVERTISEMENT
Salah satu klausul dalam revisi aturan tersebut adalah kewajiban PLN untuk membeli 100 persen listrik dari PLTS Atap sisa daya yang tidak terpakai oleh pengguna, dari sebelumnya hanya 65 persen.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian EDSM, Jakarta, Rabu (24/3). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
Menurutnya, sejak aturan PLTS Atap diterapkan pada 2018 lalu hingga Juli 2021, pengguna PLTS Atap baru 4.028 pelanggan dengan total kapasitas terpasang 35,56 MWp. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan negara lain seperti Vietnam yang masif menggunakan PLTS Atap.
"Januari 2018 pelanggannya 351 orang, Juli 2021 atau 3 tahun lebih itu sudah 4.028 pelanggan, naik 10 kali lipat. Tapi negara tetangga seperti Vietnam sudah belasan Gigawatt. Jadi target kita harusnya lebih besar lagi," kata dia dalam konferensi pers Pemanfaatan PLTS Atap secara daring, Jumat (27/8).
ADVERTISEMENT

Mayoritas Pengguna Adalah Pelanggan Listrik di Atas 3.500 VA

Dadan menjelaskan, dari 4.028 pelanggan, terbanyak berasal dari rumah tangga sebesar 3.300 pelanggan, disusul sektor bisnis 299 pelanggan, sektor sosial 255 pelanggan, sektor pemerintahan 133 pelanggan termasuk gedung Kementerian ESDM, sektor industri 28 pelanggan, dan sektor layanan khusus 12 pelanggan.
Sedangkan sektor rumah tangga yang memiliki pelanggan PLTS Atap, paling banyak ternyata berasal dari golongan kelas atas. Dalam data yang dikumpulkan Ditjen EBTKE, pelanggan rumah tangga golongan 3,500 VA-5.500 VA yang sudah memasang PLTS Atap mencapai 1.458 pelanggan atau 44 persen.
Pelanggan rumah tangga terbanyak kedua adalah golongan 2.200 VA berjumlah 919 pelanggan atau 28 persen dan pelanggan terbanyak ketiga dari golongan 6.600 VA sebanyak 820 pelanggan atau 25 persen.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pelanggan dengan kapasitas listrik 1.300 VA hanya 102 pelanggan atau 3 persen yang memasang PLTS Atap. Terakhir, yang paling buncit golongan 900 VA RTM hanya 1 pelanggan yang pasang PLTS Atap atau 0 persen.
Dari cakupan wilayah, pemasangan PLTS Atap terbanyak di DKI Jakarta 1.196 pelanggan, Banten 1.055 pelanggan, Jawa Barat 898 pelanggan, Jawa Timur 301 pelanggan, dan Jawa Tengah 200 pelanggan.
Sedangkan wilayah yang pemasangan PLTS Atap paling sedikit ada di Papua dan Lampung hanya 1 pelanggan. Sumatera Barat 3 pelanggan dan Kalimantan Barat 4 pelanggan.
Namun Dadan menegaskan aturan ini tidak dibuat untuk mensubsidi orang kaya. Menurutnya, aturan ini dibuat bagi seluruh pengguna, termasuk pelanggan subsidi 450 VA dan 900 VA.
ADVERTISEMENT
"Makin kecil kapasitas yang dipasang, makin murah (biayanya). Jadi enggak ada pembatasan bahwa ini hanya dikembangkan untuk orang kaya," lanjutnya.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki uang cukup tapi ingin pasang PLTS Atap di rumahnya, Dadan mengatakan saat ini pihaknya sedang mengupayakan ke bank. Tujuannya, agar perbankan mau memberikan kredit pemasangan PLTS Atap.
"Jadi enggak ada arahan (revisi aturan PLTS Atap) untuk orang kaya disubsidi. Ini enggak ada subsidi secara khusus buat orang kaya, transaksinya kWh per kWh (antara PLN dan pengguna). Dari sisi pendanaan ini, kita usahakan pendanaannya ke bank agar mau berikan kredit tersebut," lanjutnya.
Dadan mengatakan, saat ini sudah ada 22 hingga 26 pabrikan di dalam negeri yang siap menyediakan kebutuhan PLTS Atap. Total kapasitasnya 500 kWh sebagai pemantik agar pasar PLTS Atap terbuka lebar di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dari sisi pengadaan barang, papan panel surya yang dibutuhkan dalam PLTS dan PLTS Atap masih diimpor. Karena itu, dia berharap dengan aturan baru ini semakin besar pengguna PLTS Atap, dengan begitu bisa membuka industri produksi panel surya di dalam negeri.