Beras Impor Disebut Rugikan Petani, Ini Alasannya

17 Desember 2022 17:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melakukan bongkar muat beras impor dari Vietnam di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12).  Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melakukan bongkar muat beras impor dari Vietnam di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menilai beras impor yang didatangkan pemerintah bisa berimbas negatif pada pendapatan petani di Indonesia. KRKP mencatat, hanya dengan isu impor saja harga gabah di tingkat petani langsung anjlok.
ADVERTISEMENT
Koordinator Nasional KRKP Said Abdullah melihat, beras yang diimpor selalu sampai di Indonesia dalam rentan bertahap, tidak dalam bulan yang sama. Bahkan, kedatangan beras impor itu ketika mendekati panen raya di dalam negeri.
"Tentu ini berbahaya. Karena dengan isu impor saja, pengalaman selama ini harga gabah di tingkat petani turun hingga Rp 1.000 per kg," kata Said kepada kumparan, Sabtu (17/12).
Tak cuma itu, Said mengatakan akan ada konsekuensi lain dari importasi beras ini. Salah satunya, adanya oknum-oknum yang bermain dan membuat rakyat merugi.
Pekerja melakukan bongkar muat beras impor dari Vietnam di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Impor juga seringkali dipakai untuk melayani kepentingan pemburu rente yang merugikan negara dan rakyat," kata Said.
Adapun importasi yang dilakukan pemerintah ini merupakan upaya memenuhi stok beras Perum Bulog untuk tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai bantalan pangan dan menjaga stabilitas harga beras di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Biasanya, Bulog mendapatkan pasokan dari hasil panen beras dalam negeri pada saat musim panen. Namun karena tak maksimal, akhirnya Desember ini pemerintah memutuskan untuk beli beras impor.
"Dari awal panen musim pertama sampai bulan terakhir serapan Bulog ternyata rendah karena kalah bersaing," kata Said.
Untuk itu, Said menyarankan ke depannya diperlukan upaya penguatan Bulog untuk dapat melakukan penyerapan gabah secara optimal dengan memberi keleluasaan pembelian dengan melakukan perubahan pada Harga Penjualan Pokok (HPP).
Selain itu, Said menilai pemerintah juga perlu melakukan pengawasan pada para pedagang dan pemilik gabah atau beras supaya tidak mengganggu stabilitas stok dan harga.
"Kami melihat hal ini menjadi hal yang kurang baik selain karena produksi meningkat, baru mendapat penghargaan swasembada, dan dampak yang ditimbulkannya. Harusnya ini jadi pilihan terakhir," pungkasnya.
ADVERTISEMENT