Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Beras Impor Menumpuk di Gudang Bulog, Terancam Busuk
8 Maret 2019 11:29 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
Awal tahun ini, Perum Bulog mengemukakan rencana ekspor beras. Berbagai pihak heran, rencana itu dipertanyakan. Hampir setiap tahun Indonesia impor beras, tiba-tiba Bulog bilang mau ekspor beras.
ADVERTISEMENT
Ternyata ada masalah besar di balik wacana ekspor beras. Sampai saat ini, stok beras yang tersimpan di gudang-gudang Bulog di seluruh Indonesia masih 1,6 juta ton. Lebih dari separuhnya adalah beras impor yang didatangkan tahun 2018 lalu. Padahal sebentar lagi musim panen tiba.
Sebagai pembanding, batas aman stok Bulog untuk akhir tahun adalah 1,5 juta ton. Artinya, stok Bulog saat ini bahkan masih ideal untuk posisi akhir tahun lalu. Harusnya menjelang panen, stok Bulog sudah jauh di bawah itu agar bisa sebanyak-banyaknya menyerap beras dari petani.
Sebenarnya masalah ini sudah diprediksi oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso sejak pertengahan tahun lalu. Buwas, sapaan akrabnya, mengeluhkan terlalu besarnya impor beras yang ditugaskan pemerintah pada Bulog. Terbukti sekarang, prediksi Buwas tak meleset. Bulog pun harus memutar otak untuk 'mengosongkan' gudangnya, salah satunya dengan ekspor beras.
ADVERTISEMENT
"Makanya kita cari skema baru kita bisa jual melalui skema potensial. Kita sedang mencari skema partner komersial," kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh, kepada kumparan, Selasa (5/3).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), disebutkan pada Pasal 3 bahwa pelepasan CBP harus dilakukan apabila telah melampaui batas waktu simpan 4 bulan. Jika lebih dari 4 bulan, beras berpotensi mengalami penurunan mutu.
Namun hingga kini Bulog belum bisa melakukan disposal (pelepasan), lantaran belum ada aturan yang jelas mengenai siapa yang menanggung kerugian, jika cadangan beras harus dilepas di bawah harga pembelian.
"Kalau masalah disposal stok itu belum pernah kita lakukan. Karena kan enggak ada dasarnya meskipun dari Kementan (Kementerian Pertanian) ada Permentan-nya, tapi yang bayar sopo ?" sambungnya.
ADVERTISEMENT
Masalah bertambah runyam karena pemerintah sejak tahun ini mengganti program bantuan Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Biasanya, setiap bulan Bulog menyalurkan 250 ribu ton untuk rastra. Sekarang sebagian beras rastra sudah dihapus.
Jumlah pagu bansos Rastra periode Januari-April 2019 hanya sebanyak 213.520 ton untuk 5,30 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 1 juta ton untuk 4 bulan. Menurut pengakuan Bulog, realisasi penyaluran rastra pada Januari-Februari hanya 73 ribu ton.
Dampaknya, cadangan beras Bulog kini menumpuk di gudang. kumparan melakukan pengecekan ke beberapa daerah terkait penumpukan cadangan beras Bulog ini. Di Jawa Timur, Kepala Divisi Regional Jawa Timur Muhammad Hasyim menyatakan, stok beras Jatim cukup hingga akhir tahun nanti.
ADVERTISEMENT
Perubahan rastra menjadi BPNT membuat proses distribusi beras mampet, sehingga stok menumpuk di gudang. Akibatnya, penyaluran beras saat ini hanya dialihkan untuk kegiatan operasi pasar, bencana dan pembelian komersial.
"Stok kita cukup sekitar 590 ribu ton, cukup sampai akhir tahun ini. Karena Jatim sekarang itu kalau dikaitkan dengan penyaluran di Jawa Timur yang selama ini dilayani Bulog itu sangat cukup, karena di jawa Timur saat yang namanya 'Beras Sejahtera' sudah tidak ada," kata Hasyim saat dihubungi kumparan, Senin (4/3).
"Hanya untuk operasi pasar dan bencana alam. Jadi stok tersebut cukup untuk disalurkan di wilayah Jatim itu sendiri," imbuhnya.
Hasyim menambahkan, stok beras dalam gudang Bulog Jatim saat ini tetap didominasi oleh beras impor, yakni sekitar 450 ribu ton dari total beras sebesar 590 ribu ton.
ADVERTISEMENT
"Yang lokal itu masih ada sekitar 140 ribu ton adalah beras pemberian dalam negeri kemudian kalau sisanya impor," terangnya.
Hasyim menjelaskan, pihaknya bakal mengalihkan beras impor tersebut kepada daerah yang membutuhkan. "Untuk beras impor itu kita akan move lagi. Dipindahkan, misalnya, dipindahkan dari Jatim ke Papua, dari Jatim ke Kalimalang, Jatim ke NTB," ujarnya.
Kendati demikian, Hasyim mengungkapkan jika panen raya tiba, pihaknya siap memberi tempat untuk penampungan beras. Pihaknya, bakal mengalokasikan dana sebesar Rp 3 triliun untuk penyerapan beras lokal. "Dari segi tempat cukup, kita ada tempatnya gitu lah ya, kalau lagi panen besar ada tempatnya," jelasnya.
Selain itu, untuk mengantisipasi pemampatan stok gudang beras, Bulog bakal melakukan Buy to Sell. Artinya, membeli beras kemudian langsung dijual.
ADVERTISEMENT
"Karena dibeli untuk disimpan dikhawatirkan rusak karena pasarannya karena tidak ada lagi Raskin. Sudah tidak ada," terang Hasyim.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kepala Perum Bulog Divre DIY, Rini Andrida, mengatakan pihaknya siap jika Bulog akan mengekspor beras ke luar negeri. Pasalnya stok di gudang Divre DIY yang membawahi wilayah DIY, Kedu, dan Banyumas melimpah.
“Untuk Divre DIY sendiri stok kami saat ini 26.600 ton. Tersebar di wilayah Provinsi DiY, Subdivre Karisidenan Kedu Jawa Tengah, dan Subdivre Banyumas Jawa Tengah. Kalau ditanya kedu saat ini berapa, Kedu saat ini 4.700 ton. Itu cukup sekali,” kata Rini saat dihubungi kumparan, Senin (4/3).
Stok sebanyak 26.600 ton beras itu terdiri dari beras lokal maupun impor dengan perbandingan 50:50. “Jadi kalau misalnya sudah ada keputusannya bagaimana ditunjuknya daerah mana, divre siap melaksanakan karena secara umum stok beras sudah hampir 2 juta ton secara nasional. Kebijakan ekspor sendiri kebijakan yang terpusat. Tinggal kantor pusat Perum Bulog yang terkait memerintahkan,” kata dia.
ADVERTISEMENT
“Karena kalau bicara itu (panen raya) artinya ada pengadaan. Pengadaan ada tiga mekanismenya. Ada dengan harga inpres untuk membangun stok. Ada dengan harga fleksibel untuk membangun stok, kemudian ada pola komersial dengan harga pasar,” katanya.
Stok melimpah di Divre DIY, dia menjelaskan, karena dahulu pemerintah masih punya program penyaluran bansos Rastra. Kemudian tahun 2019 ini bansos tersebut sudah tidak ada. “Jadi stok terdiam. Kita kembali ke atas (keputusan soal ekspor) karena tidak parsial di divre,” kata dia.
ADVERTISEMENT