Berbeda dengan Morgan Stanley, Bank Dunia Sebut RI Masih Menarik bagi Investor

24 Juni 2024 11:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Bank Dunia. Foto: REUTERS/Johannes P. Christo
zoom-in-whitePerbesar
Logo Bank Dunia. Foto: REUTERS/Johannes P. Christo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Dunia atau World Bank memastikan kondisi perekonomian Indonesia tetap stabil meski Lembaga Keuangan Amerika serikat (AS), Morgan Stanley menurunkan rekomendasi untuk saham-saham di Indonesia menjadi underweight.
ADVERTISEMENT
Kepala Ekonom Bank Dunia, Habib Rab mengungkapkan, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya.
“Jadi kami tidak melihat penurunan rating tersebut sebagai kekhawatiran,” kata Habib Rab menjawab pertanyaan kumparan, dikutip Senin (24/6).
Rab mengatakan, premi risiko kredit alias Credit Default Swap (CDS) Indonesia berada dalam tren menurun. Hal ini menandakan stabilnya risiko di pasar domestik.
Adapun, Bank Indonesia (BI) mencatat premi CDS Indonesia 5 tahun per 20 Juni 2024 sebesar 76,04 basis poin (bps). BI mengeklaim angka ini relatif stabil dibandingkan 14 JUni 2024 sebesar 76,40 bps.
“Indeks obligasi emerging market atau tingkat credit default swap sebenarnya berada pada tren menurun. Ini menunjukkan kondisi makroekonomi yang stabil,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Senior Bank Dunia, Wael Mansour mengatakan, penurunan rating saham oleh Morgan Stanley bersifat jangka pendek.
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Senin (6/9). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Ini adalah pasar kecil, khususnya ekuitas. Penurunan rating tersebut bisa bersifat jangka pendek atau fluktuatif,” ungkapnya.
Mengutip Bloomberg, penurunan rekomendasi itu dipengaruhi oleh kebijakan fiskal Indonesia dan penguatan dolar AS yang menimbulkan risiko investasi saham di Indonesia.
“Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa kelemahan di pasar Valas di tengah masih tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat,” tulis ahli strategi termasuk Daniel Blake dalam catatan tanggal 10 Juni.
Bloomberg menilai, perubahan sikap Morgan Stanley ini terjadi ketika dolar AS mulai menunjukkan tren yang lebih tinggi menjelang keputusan suku bunga The Fed.
ADVERTISEMENT