Berebut Kendali Manajemen Freeport

17 Agustus 2018 15:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Merah Putih di Tambang Grasberg. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Merah Putih di Tambang Grasberg. (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Sore hari tanggal 12 Juli 2018 menjadi sejarah baru dalam proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). PT Inalum (Persero) menyepakati perjanjian awal atau Head of Agreement (HoA) dengan Freeport McMoRan Inc (FCX), induk usaha PTFI. HoA itu berisi tahapan-tahapan yang harus dilalui Inalum untuk menguasai 51 persen saham PTFI.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan babak baru bagi Indonesia setelah bertahun-tahun lamanya pemerintah berada di persimpangan negosiasi yang alot.
Dalam HoA antara Inalum dan FCX, tersebut lah nilai untuk memboyong saham mayoritas ke saku Inalum sebesar USD 3,85 miliar. Rinciannya, USD 3,5 miliar untuk membeli 40 persen Participating Interest milik Rio Tinto di PTFI, dan USD 350 juta untuk memboyong 9,36 persen saham PTFI yang dimiliki PT Indocopper Investama.
Usai acara penandatangan HoA di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu, dengan senyum tersimpul Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya bersyukur karena tambang emas terbesar dunia di Papua, Tambang Grasberg, kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Dia pun menargetkan, pembayaran akan dilakukan dalam dua bulan ke depan atau hingga akhir Agustus ini dalam Purchase Agreement.
ADVERTISEMENT
Dengan kepemilikan saham mayoritas, apakah Inalum memegang kendali penuh atas aktivitas dan aksi korporasi tambang ini? Ternyata tidak.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan kendali atas Tambang Grasberg tetap berada di tangan PTFI. Kendali yang dimaksud bukan hanya dari sisi operasional di area tambang saja, tapi juga dalam penentuan tambahan modal, penentuan direksi, pemilihan jajaran komisaris, dan lainnya.
Kendali besar yang masih digenggam PTFI ini merupakan buntut dari isi Framework Agreement antara pemerintah Indonesia dan FCX pada 29 Agustus 2017 lalu. Kata Hikmahanto, rupanya, dalam pengertian FCX, perusahaan asal Amerika Serikat ini tetap menjadi pengendali. Pernyataan ini semakin kuat ketika perusahaan mengumumkan ke pasar saham publik di AS bahwa perusahaanya tetap pengendali, sekalipun Indonesia menjadi pemilik mayoritas.
ADVERTISEMENT
“Ini kan pada saat 29 Agustus 2017 itu sudah disepakati bahwa akan ada divestasi. FCX itu rupanya, dalam understanding-nya, dia sampaikan ke saham publiknya di New York, bahwa walaupun pemerintah Indonesia akan pegang mayoritas tapi kendali perusahaan ada di Freeport. Jadi tolong, dibedakan antara mayoritas dan pengendali,” kata Hikmahanto kepada kumparan, Jumat (17/8).
Hikmahanto Juwana (Foto:  Okke Oscar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hikmahanto Juwana (Foto: Okke Oscar/kumparan)
Menurutnya, fakta ini perlu disampaikan kepada masyarakat awam bahwa posisi mayoritas bukan berarti sebagai pengendali. Dia khawatir, ketika Inalum dan FCX sudah benar-benar menyelesaikan tahap negosiasi yang ada, masyarakat menganggap Inalum memiliki kendali yang besar dibanding PTFI.
Ini juga yang menjadi kekhawatiran dirinya manakala dalam Anggaran Dasar perusahaan antara kedua belah pihak dalam Shareholder Agreement, FCX mengatakan bahwa pengambilan keputusan perusahaan harus tetap melalui persetujuan pihaknya. Sebab, lagi-lagi buntut dari isi Framework tahun lalu, mengisyaratkan FCX memiliki 1 persen saham pengendali yang kekuatan seperti saham dwiwarna yang ada dalam sebuah BUMN Tbk yang menjadi penentu kebijakan dapat diambil atau tidak, tergantung persetujuannya.
ADVERTISEMENT
“Ini yang nantinya, kemungkinan besar AD PTFI akan mengatakan bahwa dalam pengambilan keputusan, maka tidak bisa cuma 51 persen, tapi plus 1 persen saham saja, tanpa kehadiran Freeport, maka tidak ada RUPS. Tanpa kehadiran Freeport, tidak ada persetujuan forum. Yang namanya saham pengendali itu ya seperti itu, bukan pemegang saham mayoritas tapi yang pengendali walaupun minoritas,” kata dia.
“Jadi ini yang harus disosialisasikan secara baik ke publik bahwa supaya publik enggak salah kaprah setelah 51 persen sudah di kita, kok yang nentukan semuanya FCX? Makanya itu mungkin yang disampaikan Kementerian BUMN bahwa memang mayoritas tapi pengendalian tetap ada FCX,” tambahnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, pemerintah mempersilakan PTFI untuk tetap mengoperasikan Tambang Grasberg, meskipun nantinya Inalum menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 51 persen saham PTFI. Keputusan itu lantaran PTFI masih menginginkan bisa menjadi operator di sana, terutama dari sisi teknologi.
ADVERTISEMENT
“Untuk operasi dia minta masih pingin. Jadi PTFI yang akan mengoperasikan,” kata Fajar saat ditemui di Wisma Antara, beberapa waktu lalu.
Menurut Hikmahanto, pengendali yang dimaksud PTFI bukan hanya sekadar tetap menjelankan operasional saja. Tapi lebih dari itu. Sebagai contoh, kata Hikmahanto, saat perusahaan menentukan modal, PTFI tetap memegang kendali.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan, pemerintah mendorong agar Inalum dan FCX bersama-sama memegang kendali manajemen PTFI. "Sama-sama lah. Detailnya kita serahkan ke Inalum, terserah Inalum yang reasonable bagaimana," katanya kepada kumparan.