Berebut Merek Bisnis: Apa Batas Kesamaan pada Satu Produk?

19 Mei 2022 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kemiripan dalam satu produk. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kemiripan dalam satu produk. Foto: Shutterstock
Branding merupakan satu cara menjalankan bisnis yang bertujuan untuk membedakan produk (baik barang maupun jasa) dari pesaingnya. Unsur-unsur branding pun mencakup nama, logo, kemasan, materi promosi, hingga situs web. Semakin unik dan baik branding yang dimiliki satu bisnis ini, semakin gampang dikenal pula ia di pasaran.
Namun, tak jarang ada kasus kesamaan merek yang terjadi. Misalnya, Pierre Cardin (Prancis) dan Pierre Cardin (Jakarta). Pierre Cardin, seorang desainer dunia yang sudah memulai membuat pakaian wanita sejak tahun 1950 ini, melayangkan gugatannya pada Alexander Satryo Wibowo, seorang pengusaha lokal yang juga menggunakan nama Pierre Cardin.
Meski telah menjalankan bisnis mode lebih lama dari Alexander, Pierre Cardin tidak mendapatkan kemenangan atas sengketa merek tersebut. Pasalnya, Pierre Cardin lokal diketahui telah lebih dahulu mendaftarkan mereknya di Indonesia pada 29 Juli 1977, Pierre Cardin Prancis tidak.
Ya, dalam urusan berbisnis memang dikenal prinsip first to use system dan first to file yang kadang membingungkan para pebisnis Indonesia. Karena pentingnya mematenkan merek atas suatu barang atau jasa, Indonesia pun mengaturnya dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam UU ini, para pemilik merek dagang perlu mengikuti prinsip first to file.
Ini artinya, agar dapat mematenkan mereknya, para pelaku bisnis perlu segera mendaftarkan diri ke otoritas penerbit penetapan merek. Begitu pula pengusaha internasional yang ingin berbisnis di Indonesia, mereka perlu mendaftarkan dahulu mereknya agar dapat diakui dan terhindar dari semacam ini.
Meski regulasinya sudah jelas dan rigid, prinsip yang diambil Indonesia dalam masalah hak merek dagang membuat masyarakat pun kian bertanya-tanya. Apa batas toleransi untuk kesamaan dalam satu produk? Bagaimana jika kasus Pierre Cardin terulang kembali? Karenanya, perlu ada sosialisasi soal Undang-Undang No. 20 tahun 2016 ini serta implementasinya di dalam dunia bisnis.
Khusus untuk membicarakan beberapa hal terkait hak atas merek dagang ini, kumparan akan menyelenggarakan live webinar berjudul “Siapa Berhak atas Merek?” yang akan diselenggarakan melalui YouTube kumparan pada Senin, 23 Mei 2022 pukul 16.00 hingga 17.00 WIB.
Webinar "Siapa Berhak atas Merek" pada Senin, 23 Mei 2022. Foto: Dok. kumparan
Dipandu oleh Winda Dwiastuti, webinar ini akan menghadirkan Miranda Risang Ayu, Kepala Pusat Kekayaan Intelektual Kajian Regulasi dan Aplikasi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang juga ditemani oleh Agung Indrayanto, Koordinator Pemeriksa Merek DJKI Kemenkumham RI.
Keduanya akan mengupas lebih dalam isu seputar hak dan kepemilikan merek, syarat mendaftarkan suatu merek dan kasus-kasus kemiripan atau tiruan akan merek dagang. Tak hanya itu, webinar ini pun akan membahas prinsip first to use system dan first to file yang sering kali jadi masalah dalam urusan bisnis.
Webinar kali ini sangat cocok bagi Anda yang sedang atau bahkan membangun bisnis agar tidak tersangkut masalah kesamaan merek dan penjiplakan. Jangan lupa untuk siapkan pertanyaan Anda, karena ada hadiah untuk 3 penanya terbaik berupa saldo digital senilai total Rp750.000.
Kosongkan jadwal Anda, catat tanggal dan jamnya, serta daftarkan diri Anda segera melalui link berikut ini. Agar tak ketinggalan, jangan lupa set pengingat dan notifikasi di YouTube juga, ya!
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI)