Berlaku Tahun Depan, Aturan Cukai Plastik & Minuman Berpemanis Ditolak Pengusaha

17 Desember 2022 11:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan menyusun minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto:  ANTARA FOTO/Nova Wahyud
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan menyusun minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyud
ADVERTISEMENT
Aturan soal pungutan cukai plastik dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan diterapkan mulai tahun 2023. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.
ADVERTISEMENT
Meski diputuskan berlaku tahun depan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dengan tegas menolak regulasi ini berlaku. Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani beralasan, berdasarkan sebuah kajian yang dilakukan tahun 2014, minuman siap saji non susu (baik manufaktur maupun bukan) bukan kontributor terbesar diabetes dan obesitas di Indonesia.
"Yang terbesar adalah nasi, protein, dan makanan yang mengandung lemak dan karbohidrat," ujar Hariyadi saat dihubungi kumparan, Jumat (16/12).
Alasan lainnya, Hariyadi mengeklaim bahwa sektor industri minuman masih belum pulih. Hingga saat ini, lanjut dia, pertumbuhan industri masih negatif dibandingkan sebelum pandemi COVID-19. Ditambah lagi adanya tekanan dari kenaikan harga energi, logistik, upah, dan bertumbuhnya minuman non manufaktur.
Sementara untuk pungutan cukai plastik, Hariyadi menyebutkan pihak pengusaha juga keberatan dengan kebijakan tersebut. Alasan pertama yakni kemasan plastik digunakan pada hampir semua kemasan karena sifatnya yang ringan dan harganya terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
ADVERTISEMENT
"Pemakaian plastik juga dipandang sebagai upaya mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh material alternatif lainnya, di mana jejak karbonnya jauh lebih besar daripada plastik," jelas dia.
com-Ilustrasi sampah kantong plastik. Foto: Shutterstock
Sarankan Alternatif Lain, Jangan Kenakan Cukai
Hariyadi menyarankan pemerintah lebih baik mengoptimalkan manajemen sampah plastik secara komprehensif dan holistik untuk mengatasi masalah lingkungan hidup, bukan malah memungut cukai.
Dia mengatakan pengenaan cukai plastik kemasan ini perlu kembali dipertimbangkan terhadap industri yang sudah menerapkan konsep sirkular ekonomi dan melakukan inisiatif dalam pengendalian lingkungan.
Dia juga menyarankan, pemerintah harusnya mempertimbangkan skema penerapan insentif bagi industri yang sudah menggunakan bahan daur ulang dan menerapkan ekosistem ESR (Extended Stakeholders Responsibility) dan Circular Economy (cradle to cradle) untuk mendorong keberlanjutan inisiatif daur ulang.
ADVERTISEMENT
"ESR itu tanggung jawab bersama seluruh stakeholder, namun pemerintah tetap yang berperan paling besar," tutup dia.