Bertemu Jepang, Airlangga Bahas Pentingnya Proyek Metanol Bintuni dan Gas Masela

26 Juli 2022 8:02 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pertambangan migas Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertambangan migas Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pertemuan dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang, Koichi Hagiuda dan Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Nobumitsu Hayashi di Tokyo membahas dua proyek besar terkait energi. Keduanya adalah proyek metanol dan amonia di Teluk Bintuni dan proyek gas abadi Blok Masela.
ADVERTISEMENT
Dua proyek raksasa ini masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek metanol dan amonia yang diperkirakan memiliki investasi USD 5 Miliar (sekitar Rp 75 triliun) akan dibangun di Kawasan Industri Khusus (KIK) seluas 2.000 hektar di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Sedangkan proyek gas Masela sudah diputuskan dibangun di darat (onshore) di Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku.
Saat bertemu Menko Airlangga, Menteri Koichi Hagiuda menyinggung terkait kelanjutan rencana investasi 200 Miliar Yen (sekitar Rp 22 triliun) yang akan dilakukan Jepang dalam proyek Metanol di Bintuni. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Koichi Hagiuda, Senin (25/7), Menko Airlangga menginformasikan ada usulan baru pemindahan proyek Metanol, dari Bintuni ke Kabupaten Fak Fak. Jarak Bintuni ke Fak Fak sekitar 200 km.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto bertemu Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang, Koichi Hagiuda di Tokyo. Foto: Arifin Asydhad/kumparan
“Sebenarnya Kementerian Perindustrian sudah menyelesaikan kajian untuk pembangunan proyek Metanol ini di Bintuni. Tapi, karena ada usulan pemindahan ke Fak Fak, maka pemerintah Indonesia masih akan terus mengkajinya,” kata Menko Airlangga.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurut Agus, saat ini memang masih ada 2 opsi untuk membangun pabrik baru metanol di Papua Barat, yaitu tetap di Teluk Bintuni atau dipindah ke Fak Fak. “Kementerian Perindustrian sudah melakukan kajian di Bintuni, tapi saat ini ada upaya pemindahan ke Fak Fak,” jelas Agus Gumiwang.
Baik Airlangga maupun Agus Gumiwang belum menjelaskan alasan mengapa proyek metanol akan dipindah dari Teluk Bintuni ke Fak Fak. Namun, Airlangga menegaskan bahwa proyek Metanol ini sangat penting untuk Indonesia, karena kebutuhan metanol yang sangat tinggi untuk kebutuhan produksi biofuel.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto bertemu Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang, Koichi Hagiuda di Tokyo. Foto: Arifin Asydhad/kumparan
Sumber bahan baku metanol adalah gas. “Karena itu, rencananya nanti akan menggunakan gas dari Tangguh. Metanol ini sangat dibutuhkan, terutama untuk produksi biofuel di Indonesia,” kata Airlangga. Bila nanti dipindah ke Fak Fak, maka perlu ada pembangunan pipa sepanjang 200 km.
ADVERTISEMENT
Selama ini, kata Airlangga, produsen metanol di Indonesia hanya ada satu perusahaan saja, yaitu Kaltim Methanol Industri (KMI) di Bontang, Kalimantan Timur, yang merupakan milik Sojitz Corporation, perusahan Jepang. KMI saat ini bisa memproduksi sekitar 660.000 metrik ton per tahun.
Sebelumnya, pada Maret 2021, Menteri Agus Gumiwang pernah bertemu dengan Sojitz Corporation di Tokyo. Saat itu, Sojitz sudah menyatakan minatnya untuk membangun pabrik baru metanol di Teluk Bintuni. Kesiapan Sojitz ini disambut gembira, karena menurut Agus Gumiwang, Indonesia membutuhkan metanol sekitar 2 juta metrik ton per tahun.
Tawaran investasi membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, sebenarnya juga sudah dilirik perusahan di Eropa. Beberapa waktu lalu, Menko Airlangga pernah menyatakan perusahaan petrokimia asal Eropa, Chayil Energy, juga tertarik tertarik berinvestasi di KIK Teluk Bintuni sebesar USD 2 miliar untuk membangun pabrik petrokimia. "Ada perusahaan Eropa yang berencana berinvestasi Rp 28 triliun untuk membangun pabrik petrokimia di Teluk Bintuni," kata dia.
ADVERTISEMENT
PT Pupuk Kaltim juga sudah berencana membangun pabrik urea, metanol dan amonia di Teluk Bintuni. Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi mengungkapkan, beberapa hal pokok mengenai rencana pembangunan pabrik ini sudah disepakati. Hanya saja, masih tahap awal. Rencananya, tahun ini Pupuk Kaltim akan menyiapkan lahannya agar 2023 bisa dimulai konstruksi pabrik. Targetnya, pada 2026, pabrik ini bisa beroperasi.
"Kalau investasi di Bintuni sekitar USD 2 miliar, hampir Rp 28 triliun. Amonia dan urea kita kerjakan sendiri, metanol masih timbang-timbang untuk ajak partner atau sendiri," kata Rahmat Pribadi, 21 Maret 2021 lalu. Rencana Pupuk Kaltim untuk memperluas pabriknya ke Bintuni juga disampaikan Rahmad Pribadi kepada para pemimpin redaksi di Bontang, awal Juni 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Blok Gas Masela
Rombongan Kemenko Perekonomian bertemu dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) di Tokyo, Jepang, Senin (25/7). Foto: Irfan W
Sementara itu, saat bertemu Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Nobumitsu Hayashi di Hotel Imperial, Senin (22/7), Menko Airlangga juga menyinggung proyek gas abadi Masela. Keberadaan proyek Masela saat ini sangat penting karena makin strategis, terutama pasca perang Ukraina dan Rusia, akibat melonjaknya kebutuhan gas dari negara-negara G7.
“Gas menjadi sangat penting, karena dapat digunakan sebagai bahan baku amonia, bahan baku pupuk, dan gas bisa digunakan untuk membangun metanol yaitu salah satu blending untuk biofuel. Nilai investasi proyek ini mencapai USD 19,85 Miliar. Namun demikian, proyek ini mempunyai tantangan ke depan yaitu adanya percepatan transisi energi, persyaratan dekarbonisasi dan perubahan industri hulu Migas, sehingga perlu evaluasi dan identifikasi ulang ruang lingkup proyek,” kata Menko Airlangga.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu dengan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) di Tokyo, Jepang, Senin (25/7). Foto: Irfan W
Untuk kelanjutan proyek Gas Masela, Menko Airlangga meminta perlu ada perhatian khusus dari Indonesia dan Jepang. “Dengan pertemuan (di Jepang) ini, terutama proyek Masela, harus menjadi perhatian khusus,” ujar Menko Airlangga.
ADVERTISEMENT
Proyek Gas Masela sendiri saat ini masih belum dimulai, padahal blok ini sudah ditemukan sejak 20 tahun lalu. Inpex Corporation, perusahaan migas asa Jepang, yang berpartner dengan Shell Upstream sudah diputuskan akan mengelola Blok Masela yang diyakini memiliki cadangan gas 2 kali lipat lebih besar dibanding Blok Natuna. Namun, beberapa waktu lalu, Shell Upstream melepas 35 persen hak partisipasinya.
Kepada wartawan 15 Juli 2022 lalu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyatakan optimismenya bahwa proyek Blok Masela bisa segera mendapatkan partner terbaru menggantikan Shell Upstream. "Kita punya permasalahan dengan Abadi Masela. Sebenarnya 2019 sudah approved proyeknya sudah jalan, tapi ternyata dalam perjalanannya ada saja jalan berlubang yang dihadapi dan harus diselesaikan," kata dia.
ADVERTISEMENT
Dwi menargetkan pencarian mitra Inpex dalam pengelolaan Blok Masela bisa rampung di tahun ini, walaupun dia mengungkap belum ada calon-calon potensial yang akan menjadi pengganti Shell. "Mitra potensial pengganti Shell kita belum dapat update, setahu saya mereka menawarkan ke berbagai pihak. Ini cukup menarik karena memang cadangannya besar," ungkapnya.
Dwi juga mengungkapkan blok migas ini juga belum menuntaskan studi Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) yang juga diharapkan selesai tahun ini. Blok Masela juga diketahui masih dalam proses menyelesaikan Analisis dampak lingkungan (AMDAL) dengan progres terakhir 79 persen, serta belum merampungkan kegiatan pembebasan lahan.
"Jadi Abadi Masela di tahun 2023 kami harapkan sudah lebih agresif bisa jalan, targetnya nanti di akhir tahun 2023 proyek ini harus bisa jalan dan memberikan kemanfaatan kepada masyarakat di sana," tegas Dwi.
ADVERTISEMENT