BI: Belum Redenominasi, Pelemahan Rupiah Jadi Terlihat Besar

3 Mei 2018 12:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur BI Agus Martowardojo. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur BI Agus Martowardojo. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini kembali melemah. Bahkan rupiah terhadap dolar AS pagi tadi melebihi Rp 13.900, tepatnya di level Rp 13.965 berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Jisdor, pelemahan rupiah saat ini merupakan yang terdalam setelah 18 Desember 2015 yang mencapai Rp 14.032.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir karena bank sentral akan selalu berada di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN) untuk menstabilkan rupiah. Menurutnya, tekanan tak hanya terjadi pada rupiah, tapi juga terhadap mata uang lainnya.
"Tak perlu khawatir BI selalu ada di pasar. Kalau ada tekanan ini dialami mata uang negara lain, bukan hanya rupiah," ujar Agus di Gedung BI Thamrin, Jakarta, Kamis (3/5).
Selain itu, Agus juga menjelaskan bahwa selama ini USD 1 sama dengan lima digit rupiah. Sementara di negara lain, USD 1 sama dengan satu hingga dua digit mata uang tersebut.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi umpukan uang Rupiah. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi umpukan uang Rupiah. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
"Kalau di negara lain USD 1 itu sama dengan satu atau dua digit. Kalau negara kita, USD 1 sama dengan lima digit rupiah. Ini kelihatannya besar, padahal kalau secara persentase hanya 1-2%, jangan hanya lihat nominal, tapi lihat persentase," jelasnya.
Agus juga mengatakan, Indonesia yang belum menyederhanakan nilai mata uang (redenominasi) menjadi salah satu tantangan terhadap nilai tukar. Hal ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara psikologis melemah dalam, padahal secara persentase lebih baik dari negara lain. Dia pun memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) bisa masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2019-2020.
"Depresiasi kita lebih kecil dibandingkan yang lain. Yang jadi tantangan kita rupiah belum redenomiansi, kalau negara lain USD 1 bisa satu digit, kalau kita lima digit," kata Agus.
ADVERTISEMENT
"Redenominasi masih diskusi dengan DPR. Nanti kalau mungkin kita bisa 2019-2020 RUU Redenominasi," tambahnya.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), sejak awal bulan ini hingga 26 April 2018, rupiah terdepresiasi 0,88% (month to date/mtd). Ini masih lebih baik dibandingkan negara Asia lainnya, seperti baht Thailand yang melemah 1,12%, ringgit Malaysia melemah 1,24%, dolar Singapura melemah 1,17%, bahkan rupee India melemah 2,4%.