BI: Lelang Surat Berharga Negara Jangan Diartikan sebagai Bailout

2 April 2020 14:04 WIB
clock
Diperbarui 13 Mei 2020 20:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur BI, Perry Warjiyo saat menyampaikan media briefing Kamis (2/4) melalui siaran live streaming. Foto: Dok. BI
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur BI, Perry Warjiyo saat menyampaikan media briefing Kamis (2/4) melalui siaran live streaming. Foto: Dok. BI
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) saat ini diperbolehkan untuk membeli obligasi pemerintah di pasar perdana atau melelang surat utang. Hal itu setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 1 tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Undang-undang BI menyebut, bank sentral hanya diperkenankan menyerap Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Pelarangan BI masuk ke lelang SBN sebab dapat memicu kenaikan jumlah uang beredar dan berdampak terhadap inflasi.
Merespons itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan, kebijakan BI terbaru itu supaya dipahami sebagai kondisi khusus di tengah kondisi pandemi virus corona yang membuat kondisi normal tidak berlaku, seperti potensi risiko pasar yang belum tentu bisa menyerap SBN yang diterbitkan pemerintah, sehingga justru bisa mengancam pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di sisi lain, Perry pun menegaskan, kebijakan tersebut untuk tidak diartikan sebagai bailout seperti yang pernah terjadi pada saat krisis 1998 dengan mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
"Pembelian SBN dan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dari BI adalah the last resort. Saya melihat sejumlah pemberitaan yang seolah-olah kita akan BLBI atau bailout. Jangan artikan ini sebagai bailout, jangan artikan ini sebagai BLBI," ujar Perry dalam konferensi pers online, Kamis (2/4).
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Perry menyebut, selama pasar masih bisa menyerap SBN yang diterbitkan pemerintah, BI belum perlu masuk ke pasar perdana. Pihaknya pun memandang, kondisi sekarang pasar masih cukup prudent.
"Minggu lalu dari target indikatif Rp 15 triliun, bid lebih dari Rp 30 triliun dan yang dimenangkan sekitar Rp 20 triliun. Mencerminkan absorbsi pasar masih memungkinkan untuk membiayai. Di global, investor melihat penerbitan bonds masih dimungkinkan," terang Perry.
BI baru akan bertindak untuk masuk ke pasar perdana, apabila terjadi dinamika yang membuat kapasitas penyerapan pasar atau pemerintah mengalami perubahan. Sehingga, BI bisa mengambil peran melelang SBN.
"Misalnya yield (imbal hasil) terlalu tinggi," ujar Perry.
Untuk membahas potensi jerat hukum dari kebijakan penanganan krisis dan upaya pencegahannya, kumparan menggelar Webinar Hukum dan Bisnis yang menghadirkan pembicara ahli dan kompeten di bidangnya.
ADVERTISEMENT