BI: Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Indonesia Tertekan Dampak Perang Tarif

23 April 2025 15:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Deputi Gubernur Doni P Joewono (kiri) menyampaikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (18/12/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Deputi Gubernur Doni P Joewono (kiri) menyampaikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (18/12/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menyampaikan kekhawatirannya atas meningkatnya ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan memanasnya tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa pengumuman kebijakan tarif resiprokal oleh AS pada awal April 2025, serta langkah retaliasi dari Tiongkok dan kemungkinan dari negara-negara lain, telah memicu fragmentasi ekonomi global yang semakin dalam dan menurunnya volume perdagangan dunia.
Akibat dari perang tarif tersebut, pertumbuhan ekonomi global pada 2025 diperkirakan turun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Perry mencatat bahwa penurunan terbesar terjadi di AS dan Tiongkok sebagai dampak langsung dari perang tarif kedua negara.
"Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap penurunan pertumbuhan AS, Tiongkok, dan ekonomi dunia memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global serta mendorong perilaku risk aversion pemilik modal," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (23/4).
Ketegangan global ini juga berdampak pada pasar keuangan dunia. Yield US Treasury mengalami penurunan, sementara indeks dolar AS (DXY) melemah di tengah ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
ADVERTISEMENT
Aliran modal pun bergeser, menjauhi pasar AS dan masuk ke aset-aset keuangan yang dianggap aman seperti di Eropa, Jepang, dan komoditas emas. Sebaliknya, negara berkembang mengalami tekanan akibat terus berlanjutnya arus keluar modal, yang melemahkan nilai tukar mata uang mereka.
Di tengah kondisi global yang tidak menentu, Indonesia masih menunjukkan ketahanan ekonomi pada triwulan I 2025. Perry menyampaikan bahwa konsumsi rumah tangga tetap tumbuh positif, ditopang oleh keyakinan pelaku ekonomi serta stabilitas pendapatan masyarakat.
“Belanja Pemerintah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lainnya, serta kenaikan permintaan musiman selama perayaan Idul fitri 1446 H juga mendukung konsumsi rumah tangga,” jelasnya.
Selain konsumsi, investasi terutama sektor nonbangunan turut menopang pertumbuhan, tercermin dari meningkatnya impor alat-alat berat.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping (kanan) pada pertemuan bilateral di KTT G20 di Osaka, Jepang. Foto: REUTERS / Kevin Lamarque
Kinerja ekspor nonmigas juga menguat, terutama pada produk manufaktur seperti mesin dan besi baja yang banyak dikirim ke negara-negara ASEAN. Dari sisi wilayah, pertumbuhan ekonomi tetap merata, dengan Kalimantan dan Jawa mencatatkan kinerja yang baik.
ADVERTISEMENT
Namun, BI tak menampik bahwa tensi dagang global dapat memengaruhi prospek pertumbuhan Indonesia ke depan. Dampak langsung dari kebijakan tarif AS diperkirakan akan mengurangi ekspor Indonesia ke negara tersebut, sementara dampak tidak langsungnya berasal dari menurunnya permintaan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok.
“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5 persen,” kata Perry.
Untuk mengantisipasi tekanan global, BI menekankan pentingnya memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial guna menjaga stabilitas serta mendorong pertumbuhan domestik. Percepatan digitalisasi sistem pembayaran juga menjadi fokus, seiring dengan peningkatan sinergi antara BI dan Pemerintah Pusat maupun Daerah.
“Bank Indonesia terus mempererat sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk dukungan penuh terhadap implementasi berbagai program Pemerintah dalam Asta Cita," kata Perry.
ADVERTISEMENT