BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 5 Persen 2025 dan Naik pada 2026
22 Oktober 2025 15:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 5 Persen 2025 dan Naik pada 2026
Bank Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 berada mencapai 4,6–5,4 persen.kumparanBISNIS

ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahun penuh 2025 berada di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4 persen. Sementara pada 2026, BI meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa naik lebih dari 5 persen.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Langkah itu ditempuh melalui penurunan suku bunga, pelonggaran likuiditas, peningkatan insentif makroprudensial, serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan.
“Pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2025 berada sedikit di atas titik tengah kisaran 4,6 sampai 5,4 persen dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2026,” kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (22/10).
Pada Semester II 2025, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan membaik seiring pelaksanaan proyek prioritas pemerintah di bidang ketahanan pangan, energi, pertahanan dan keamanan, serta kebijakan sosial dan ekonomi.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perekonomian 2025 ini menurut Perry, didorong oleh kenaikan ekspor sebagai antisipasi terhadap pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat, terutama pada komoditas minyak kelapa sawit (CPO) dan besi baja.
“Sementara itu, permintaan domestik masih perlu terus diperkuat sehingga dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga dan investasi. Belanja pemerintah berkontribusi pada penguatan permintaan domestik dan pertumbuhan ekonomi Kuartal III 2025,” imbuh Perry.
Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan menjadi pendorong utama pertumbuhan, sementara secara spasial, wilayah Jawa dan Sumatera mencatat kinerja yang lebih baik berkat kontribusi sektor industri dan pertanian.
Terkait lanskap perekonomian global, Perry menyoroti tren perlambatan ekonomi global yang masih berlanjut, dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara. Perry menyebut, peningkatan tarif impor oleh AS telah memperburuk ketidakpastian global dan menekan kinerja perdagangan dunia.
ADVERTISEMENT
“Perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak tarif Amerika Serikat yang mendorong ketidakpastian global yang tetap tinggi,” kata Perry.
Dia menjelaskan, sejak 1 Oktober 2025, AS kembali mengenakan tarif tambahan terhadap sektor farmasi, mebel, dan otomotif, serta mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan sebesar 100 persen terhadap produk asal Tiongkok.
BI menilai, kebijakan tersebut memperlemah perdagangan internasional, tercermin dari penurunan ekspor dan impor di berbagai negara. Di sisi lain, ekonomi AS juga menunjukkan pelemahan dengan pertumbuhan yang masih lemah dan penurunan kondisi ketenagakerjaan.
Sementara itu, ekonomi Jepang, Eropa, dan India juga belum menunjukkan penguatan signifikan meski telah menerapkan stimulus fiskal dan moneter. Adapun Tiongkok mencatat peningkatan pertumbuhan pada Kuartal III 2025 berkat dukungan stimulus fiskal pemerintahnya.
ADVERTISEMENT
Secara global, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diperkirakan mencapai 3,1 persen, sedikit lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar 3 persen. BI juga mencatat peluang penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS (Fed Funds Rate) semakin besar, seiring dengan pelemahan pasar tenaga kerja AS.
Sejalan dengan itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS jangka pendek menurun dan indeks dolar (DXY) cenderung melemah. Meski demikian, aliran modal ke negara berkembang (emerging market) masih berfluktuasi akibat ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
“Perkembangan global ini menuntut kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian terhadap perekonomian domestik,” kata Perry.
