Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menyebut nilai tukar rupiah saat ini masih melemah dan di bawah nilai fundamentalnya atau undervalued. Hal ini salah satunya dipicu kekhawatiran terhadap gelombang kedua COVID-19.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, rupiah melemah 2,36 persen secara point to point atau 2,92 persen secara rata-rata pada akhir Juli 2020.
"Ini dipicu kekhawatiran terhadap terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19, prospek pemulihan ekonomi global, dan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global akibat kenaikan tensi geopolitik AS–China," ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (19/8).
Menurut dia, kekhawatiran pasar pun berlanjut sehingga rupiah kembali terdepresiasi 1,65 persen secara point to point atau 1,04 persen secara rerata per 18 Agustus 2020. Jika dibandingkan dengan level akhir 2019 hingga 18 Agustus 2020, rupiah telah terdepresiasi 6,48 persen.
“Ke depan, BI memandang nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued, didukung inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Perry melanjutkan, penguatan rupiah itu juga didorong oleh proyeksi ekonomi domestik yang membaik di semester kedua ini. Dia pun memastikan, bank sentral akan tetap menjaga likuiditas di pasar uang maupun pasar valas untuk mendorong penguatan rupiah.
"Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar," tambahnya.
Berdasarkan data Bloomberg pukul 16.35 WIB, rupiah berada di level Rp 14.772 per dolar AS, menguat dibandingkan penutupan sebelumnya Rp 14.845 per dolar AS.