Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
BI Sebut Ekonomi Amerika Serikat Melesat Dibanding China dan Eropa
7 Februari 2025 13:29 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menilai bahwa ekonomi global saat ini semakin menunjukkan perbedaan arah pertumbuhan atau semakin divergent.
ADVERTISEMENT
Namun, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, menilai ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih kuat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa dan China yang dinilai masih menghadapi tantangan.
"Eropa, Tiongkok, kemudian India juga tidak sekuat yang kita perkirakan sebelumnya," kata Juli dalam diskusi media dengan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2).
Menurut Juli, pertumbuhan ekonomi AS didorong oleh beberapa faktor utama. Dari sisi permintaan, konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah meningkat berkat stimulus fiskal dari pemerintah.
Sementara itu, kelas menengah atas mengalami peningkatan daya beli yang didorong oleh efek kekayaan atau wealth effect akibat kenaikan harga saham dan properti.
"Itu ada dorongan dari sisi wealth effect bagi masyarakat menengah atas. Sehingga dari sisi konsumsinya, dari menengah bawah, menengah atas ini semua jadi lebih kuat," jelasnya.
Di sisi produksi, Juli menyebut peningkatan produktivitas turut menopang pertumbuhan ekonomi AS. Belanja investasi di sektor teknologi tinggi, terutama yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI), jauh lebih besar dibandingkan negara lain seperti Eropa, Jepang, dan Australia.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai faktor tersebut, BI merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. Namun, di sisi lain, ekonomi negara-negara lain masih menghadapi tantangan.
Eropa masih mengalami pelemahan, dengan masalah fiskal di Prancis dan Jerman, sementara Tiongkok masih bergulat dengan sektor properti.
"Di sisi lain, negara lain seperti Eropa itu ekonominya masih lemah, kemudian masih ada masalah terkait dengan fiskal konsolidasi di Prancis, Jerman, dan di Tiongkok juga masih ada yang terkait dengan properti," tuturnya.