BI Wanti-wanti Badai PHK di Tengah Perang Dagang Bisa Pengaruhi Daya Beli

7 Mei 2025 13:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melintasi pelican crossing saat jam pulang kerja di Kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (5/5/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melintasi pelican crossing saat jam pulang kerja di Kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Senin (5/5/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) mewaspadai badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia, apalagi di tengah gejolak perang perdagangan global, bisa memengaruhi daya beli masyarakat hingga pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, mengatakan fenomena PHK yang dilakukan oleh korporasi, apalagi yang berorientasi ekspor, akan lebih terasa dampaknya ketika perang dagang saat ini.
"Pastinya dampaknya akan ke pertumbuhan, karena PHK itu di satu sisi akan memengaruhi daya beli yang ujungnya konsumsi, sementara kita tahu dalam situasi seperti sekarang kita sama-sama sepakat bahwa perdagangan dunia akan terpengaruh, sehingga ekspor juga pasti tak mudah," jelasnya saat Taklimat Media BI, Rabu (7/5).
Erwin memastikan BI akan terus mengkaji dampaknya terhadap stabilitas fundamental ekonomi yang nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan saat pengambilan keputusan.
"PHK itu pastinya kementerian-kementerian terkait, dari sisi Bank Indonesia mungkin ya satu stabilitas, kemudian ruang akan dilakukan assessment secara terus-menerus, karena setiap keputusan itu diambil dengan data," katanya.
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Shutterstock
Menurutnya, seiring dengan negosiasi kepada pemerintah AS atas penetapan tarif resiprokal, eksportir akan mencari tujuan ekspor baru. Namun, tidak semua komoditas mudah mendapatkan pengganti pasar baru selain AS.
ADVERTISEMENT
"Untuk yang tak mudah perlu waktu, sehingga implikasinya kemudian pertanyaannya ekonomi korporasinya masih mampu tidak dengan sebut saja penjualan yang mulai terpengaruh misalnya, masih mampu tidak menahan beban yang ada, kalau dia tidak kan akan terjadi layoff," tutur Erwin.
Dia menilai, selain dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi akibat lesunya daya beli masyarakat, fenomena PHK ini bisa berdampak tidak langsung kepada pergerakan nilai tukar.
Hal ini, kata dia, terjadi jika para pelaku pasar atau investor melihat kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rendah. Dengan demikian, BI akan mempertimbangkan kondisi tersebut untuk mengambil langkah intervensi.
"Keputusan itu akan diambil dan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi itu tujuannya untuk kemaslahatan orang banyak, pastinya itu akan menjadi fokus. Tapi kalau kaitannya indirect karena kalau orang lihat pertumbuhannya melambat, pasti minat terhadap negara itu kan juga berkurang," tutur Erwin.
ADVERTISEMENT
Hingga 23 April 2025, total jumlah korban PHK yang tercatat sudah mencapai 24.036 orang. Angka ini disebut sudah cukup tinggi dan mencapai sepertiga dari jumlah PHK sepanjang tahun 2024 yakni 77.965 orang.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mencatat, jumlah korban PHK paling banyak terjadi di sektor industri pengolahan mencapai 16.801 orang.
“Tiga sektor terbanyak adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, dan aktivitas jasa lain,” kata Yassierli dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (5/5).
Selain industri pengolahan, sektor lain yang cukup terdampak adalah perdagangan besar dan eceran mencapai 3.622 orang dan aktivitas jasa lainnya mencapai 2.012 orang.