Biaya Bangun MRT, LRT & Kereta Cepat Mahal, Jokowi Sarankan ART ke Kepala Daerah

14 Agustus 2024 8:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo didampingi Menhub Budi Karya Sumadi mencoba kereta otonom atau autonomous rail transit (ART) di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Foto: Kemenhub RI
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo didampingi Menhub Budi Karya Sumadi mencoba kereta otonom atau autonomous rail transit (ART) di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Foto: Kemenhub RI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pembangunan moda transportasi seperti Moda Raya Terpadu (MRT), Lintas Raya Terpadu (LRT), dan kereta cepat masih membukukan kerugian. Sebab pembangunan proyek infrastruktur tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Adapun saat pembangunan MRT Jakarta, Jokowi mengatakan anggarannya mencapai Rp 1,1 triliun per 1 km. Angka tersebut belum termasuk biaya operasional saat MRT Jakarta beroperasi. Pembangunan moda transportasi tersebut harus didukung dengan Public Service Obligation atau PSO melalui APBD
"Mungkin bisa membangunnya tapi operasionalnya juga tidak kecil, APBD-nya siap karena kalau apapun MRT, LRT, kereta cepat semuanya itu rugi. Artinya harus ada PSO, APBD harus siap meng-cover biaya operasional," kata Jokowi saat pengarahan kepada kepala daerah di IKN, Selasa (13/8).
Jokowi mencontohkan MRT Jakarta setiap tahun harus mengeluarkan biaya sampai Rp 800 miliar untuk operasional. Berikutnya, untuk biaya operasional LRT rute Bekasi ke Cibubur memakan anggaran Rp 700 miliar per km. Lalu, Kereta Cepat Jakarta-Bandung membutuhkan anggaran Rp 780 miliar per km.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, keberadaan MRT dan LRT untuk saat ini dinilai lebih tepat karena hitung-hitungan secara efisiensi biaya. Sebab, jika tidak ada kedua transportasi massal tersebut maka pemerintah harus menerima kerugian Rp sekitar 65 triliun per tahun. Dia juga menilai pengeluaran tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang dialami karena kemacetan.
"Kalau Jabodetabek mungkin sudah di atas Rp 100 triliun [ruginya]. pilih mana dibeli MRT, LRT, [dan] kereta cepat atau uangnya hilang tiap tahun Rp 100 triliun karena kemacetan," sebutnya.
Sementara itu, Autonomous Rail Rapid Transit (ART) membutuhkan biaya investasi dan operasional paling rendah dibanding ketiga moda transportasi tersebut.
Presiden Joko Widodo didampingi Menhub Budi Karya Sumadi mencoba kereta otonom atau autonomous rail transit (ART) di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Foto: Kemenhub RI
"Kalau ini [ART] Autonomous Rail Rapid Transit ini memang lebih murah karena tanpa rel, pakai magnet, per unit-nya 3 gerbong harganya kurang lebih Rp 74 miliar," kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
Dari sisi operasional, ART membutuhkan dana Rp 500 juta per bulan. Sebagai pembanding, operasional MRT untuk setiap tahunnya mencapai Rp 800 miliar, atau sekitar Rp 66,6 miliar per bulan. Autonomous Rail Rapid Transit (ART) menjadi pilihan sebagai salah satu moda transportasi pendukung di IKN.
"Jadi, sekali lagi, satu unit ART dengan 3 gerbong biayanya Rp 74 miliar rupiah, dengan biaya operasional sekitar 500 juta rupiah per bulan," tutur Jokowi.