Biaya Kereta Cepat Bengkak karena Masalah Tanah, Pengamat Singgung Makelar

5 Februari 2023 13:34 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) menjalani uji operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/11/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) menjalani uji operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/11/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mulanya membutuhkan dana USD 6,07 miliar, membengkak menjadi USD 7,5 miliar atau setara Rp 112 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengungkapkan salah satu penyebab bengkaknya proyek ini adalah masalah harga tanah yang terus meroket.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menduga adanya permainan makelar yang membuat harga tanah di kawasan proyek melambung tinggi. Bahkan itu sudah menjadi rahasia umum dan tak hanya di proyek kereta cepat saja.
"Sudah lama di semua proyek. Memangnya di tol enggak ada? Sama aja. Kalau soal pembebasan tanah selalu ada makelar," kata Agus kepada kumparan, Minggu (5/2).
Ditanya soal peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus berpendapat legalitas tanah di Indonesia tidak semuanya bersertifikat. Terlebih soal makelar tanah, menurutnya tidak menutup kemungkinan ada aparat pemerintah yang terlibat.
ADVERTISEMENT
"Kalau bicara soal ATR/BPN, kan legalitas tanah tidak semua bersertifikat. Pemilik tanah pun juga bertanah bukan di kota, juga yang bukan paham segala macam. Orang yang paham itu ya makelar-makelar itu, bisa berdasi bisa tidak," tegasnya.
Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) menjalani uji operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/11/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Minim Payung Hukum
Agus menyoroti tidak adanya keseriusan pemerintah memberantas makelar tanah di Indonesia. Karena dalam berusaha, menurutnya makelar bukan suatu tindakan yang menyalahi regulasi.
"Makelar itu tidak haram, tidak melanggar hukum. Dia akan langgar hukum ketika merugikan, misal uangnya ditilep atau apa. Tapi makelar itu bukan pekerjaan haram. Perantara di bisnis halal. Tapi kalau di kita keterlaluan. Harga 10 perak dia bilang 100 perak," tegasnya.
Oleh karena itu dia melihat industri di Indonesia tidak bisa maju, sementara para makelar akan tetap subur meningkatkan pundi-pundi mereka. Agus mengatakan payung hukum di Indonesia masih lemah untuk memberantas tindakan seperti itu.
ADVERTISEMENT
"Memang itu persoalannya. Di perizinan, itu makelar semua yang terlibat," kata dia.