Biaya Produksi Tinggi hingga PHK Masih Bayangi Industri Tekstil RI

7 Mei 2025 14:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Biaya produksi, bahan baku impor yang makin mahal, hingga ancaman PHK masih menjadi tantangan bagi industri tekstil di tahun ini. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, langkah restrukturisasi diperlukan agar perusahaan tekstil bisa tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
“Duniatex itu salah satu yang harus menjadi contoh dari perusahaan-perusahaan lain yang menghadapi masalah yang sama yang penting adalah komitmen, komitmen, komitmen dari pemilik perusahaan dan dari manajemen perusahaan,” kata Agus dalam acara kumparan New Energy Vehicle Summit 2025 di MGP Space, Jakarta, Selasa (6/5).
Salah satu produsen tekstil dan produk tekstil (TPT), PT Anggana Kurnia Putra, juga mengeluhkan lesunya industri hulu-hilir tekstil. Menurutnya, kondisi industri tekstil saat ini menjadi serba salah. Jika menaikkan harga, minat masyarakat untuk membeli tekstil bisa semakin menurun. Apalagi, saat ini banyak ditemui produk tekstil impor yang harganya jauh lebih murah.
“Biaya produksi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun menyebabkan tantangan Industri TPT nasional semakin berat, sedangkan biaya operasional Industri TPT tidak dapat dipangkas, khususnya untuk membayar upah pekerja," ujar Direktur PT Anggana Kurnia Putra, Wilky Kurniawan. dalam keterangannya, Rabu (7/5).
ADVERTISEMENT
Dia juga mengeluhkan mengenai produk tingginya bea masuk antidumping (BMAD) pada bahan baku tekstil. Menurutnya, hal ini bisa membuat produk tekstil dalam negeri sulit bersaing dengan produk impor.
"Produk POY (Partially Oriented Yarn) dan DTY (Drawn Textured Yarn) akan dikenakan BMAD dengan tarif tertinggi tentunya akan meningkatkan biaya produksi secara signifikan," jelasnya.
POY dan DTY merupakan bahan baku utama untuk pembuatan benang, dengan di kenakannya BMAD tentunya benang akan menjadi mahal kemudian turun lagi kepada pembuatan kain juga akan semakin mahal dan pada akhirnya produk pakaian jadi tentu menjadi mahal juga.
Wilky menuturkan, mahalnya harga benang sebagai bahan baku tekstil juga akan berimbas kepada industri hilir. Untuk itu, diperlukan perlindungan atau safeguard pada produk dalam negeri agar industri tekstil kembali bangkit.
ADVERTISEMENT
"Apalagi pada pakaian jadi dan barang jadi tidak ada pengenaan BMAD atau safeguard, saat pelaku usaha merasa tidak dapat mempertahankan usahanya, maka pelaku usaha terpaksa melakukan penutupan usaha dan PHK. Industri TPT nasional akan semakin terpuruk dan gugur satu per satu. Terlebih lagi BMAD terhadap POY dan DTY hanya menguntungkan segelintir perusahaan” kata Wilky.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkap korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tahun 2025 sudah mencapai 24.036 orang. Angka tersebut didapat dari perhitungan sampai 23 April 2025.
Dalam paparannya, Yassierli mencatat PHK di industri pengolahan mencapai 16.801 orang, perdagangan besar dan eceran mencapai 3.622 orang dan aktivitas jasa lainnya mencapai 2.012 orang.