Big Data Jadi Kendala Pengembangan Digital Farming di Indonesia

28 September 2020 16:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pertanian. Foto: Prima Gerhard/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertanian. Foto: Prima Gerhard/kumparan
ADVERTISEMENT
Sektor pertanian kini mulai mengandalkan teknologi digital dalam pengembangannya, sehingga kini muncul istilah yang lebih dikenal dengan sebutan digital farming. Digital farming ini dipercaya bisa membuat proses pertanian menjadi lebih efektif dan efisien dari segi waktu, namun lebih maksimal dari segi produksi.
ADVERTISEMENT
Digital farming ini dijalankan dengan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial inteligence. Konsultan Teknologi Kecerdasan Buatan Nazim Machresa menjelaskan, secara sederhana kecerdasan buatan adalah sistem yang diprogram dengan mereplikasi cara logika manusia bekerja untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Menurut Nazim dalam sektor pertanian, ada banyak sekali variabel fluktuatif alias sulit diprediksi. Misalnya dalam menanam satu komoditas, petani berharap hasilnya panennya bisa maksimal. Namun dalam masa tanam, ternyata terjadi perubahan cuaca, atau serangan hama yang belum diperhitungkan sebelumnya. Variabel tak terprediksi ini yang bisa diatasi jika sektor pertanian mengoptimalkan kecerdasan buatan.
“Hal-hal seperti ini yang perlu diminimalisir dengan peran kecerdasan buatan. Semua bisa prediksi,” ungkap Nazim dalam Webinar Kumparan dan BNI, Bertani di Era Digital, Senin (28/9).
ADVERTISEMENT
Sayangnya dalam perjalanannya, digital farming di Indonesia menemui beberapa kendala. Salah satunya yaitu kurangnya sumber data atau database dalam sektor pertanian. Selama ini sektor pertanian lebih identik dengan hal-hal konvensional. Sehingga pencatatan seringkali masih dilakukan secara manual atau bahkan tidak ada pencatatan sama sekali.
“Sektor pertanian yang saya lihat masih sangat minim sekali dilakukan di atas platform teknologi banyak sekali proses-prosesnya yang masih manual bahkan mungkin mereka mencatat pun enggak rapi atau ya pokoknya dicatat secara manual,” ujarnya.
Padahal menurut Nazim, agar kecerdasan buatan bisa membuat prediksi yang akurat, ia memerlukan database atau ketersediaan big data. Untuk itu menurut Nazim, sektor pertanian harus memulai dengan mendapatkan big data yaitu mulai mendigitalisasi semua pencatatan. Yang dari awalnya manual, menjadi tersistem
ADVERTISEMENT
Nazim mencontohkan seperti sektor perbankan misalnya. Kini pertumbuhan fintech bisa menjamur pesat karena sektor perbankan mempunyai big data yang matang. Nazim berharap sektor pertanian juga bisa mengikuti jejak perbankan untuk memiliki big data.
“Itu harus mengkonversi dulu pekerjaan yang tadinya dilakukan di luar sistem, menjadi harus dilakukan di atas sistem, di atas teknologi,” tandasnya.