Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Bisa Jadi Bom Waktu, Bank Sentral Diminta Waspadai Utang Swasta AS
28 November 2018 9:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Lonjakan utang swasta Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan jadi bom waktu bagi perekonomian negara itu, sehingga bank sentral diminta serius mengelola masalah tersebut. Kalangan bankir, eksekutif perusahaan, dan investor mengingatkan, jika masalah itu meledak akan membuat ekonomi lebih sulit.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, utang swasta AS telah melonjak hampir dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. Menjelang krisis 2008, nilai utang korporasi sebesar USD 4,9 triliun, namun pada pertengahan tahun ini sudah mencapai USD 9,1 triliun atau sekitar Rp 132.211 triliun.
Bahkan Fitch Ratings meramalkan akan ada sejumlah obligasi yang gagal bayar. “Besarnya utang tersebut, tentu saja sesuatu yang perlu diperhatikan,” kata Direktur Senior Fitch, Eric Rosenthal.
Salah satu alasan pasar khawatir tentang risiko gagal bayar tersebut, adalah karena tidak ada uang tunai yang cukup untuk menutupinya. Rasio cash-to-debt rata-rata perusahaan AS pada 2017 lalu, turun menjadi 12 persen atau posisi terendah sepanjang sejarah.
Kondisi saat ini, ketika indikator-indikator ekonomi dianggap membaik, menjadi fase ekspansi kedua bagi perusahaan-perusahaan AS. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan meningkatnya beban utang, yang menjadi sumber pendanaan untuk ekspansi.
Sejumlah kalangan yang mengetahui masalah ini, kepada Reuters menilai bahwa The Fed tidak cukup serius menangani potensi risiko lonjakan utang swasta ini.
ADVERTISEMENT
"Ada anggapan The Fed perlu mengawasi lebih ketat masalah ini. Tapi tidak jelas sejauh mana langkah-langkah yang akan diambil," kata seorang ekonom.
Bank Sentral AS sebelumnya dianggap berkontribusi, terhadap membengkaknya beban utang swasta AS. Pasca-resesi 2008, Federal Reserve mematok bunga acuan hampir di posisi 0 persen selama tujuh tahun terakhir. Hal ini memicu korporasi berutang untuk ekspansi.