Bisnis Astra Financial Terdampak Anjloknya Rupiah

21 Juni 2024 18:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media Briefing Astra Finansial di Bandung, Jumat (21/6/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Media Briefing Astra Finansial di Bandung, Jumat (21/6/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Astra Financial, divisi jasa keuangan dari PT Astra International Tbk buka suara soal dampak pelemahan rupiah terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 20 poin atau 0,12 persen di level Rp 16.450 per dolar Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
Executive in Charge Astra Financial, Rudy Chen, mengatakan, pelemahan mata uang garuda tersebut berdampak pada kinerja lini bisnis Astra Financial.
“Pelemahan rupiah, tentunya ada dampaknya terhadap lini bisnis kita,” kata Rudy kepada wartawan di Bandung, Jumat (21/6).
Rudy menjelaskan tren pelemahan rupiah dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari inflasi hingga suku bunga Bank Indonesia (BI). Berdasarkan catatan kumparan, BI memang sempat menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada Mei 2024 menjadi 6,25 persen. Hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas rupiah. Kemudian, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2024 kemarin, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga di 6,25 persen.
Suku bunga BI sempat naik 2,5 persen bulan lalu. Tentu ini berdampak pada pembiayaan kami di cost of fund. Tapi so far semua masih berjalan sesuai yang kami rencanakan,” ungkapnya.
Petugas menujukkan pecahan mata uang Dolar di salah satu gerai penukaran mata uang di kawasan Kemang, Jakarta, Rabu (17/4/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kondisi pelemahan rupiah menjadi perhatian khusus Presiden Jokowi. Kamis kemarin, Jokowi menggelar rapat terbatas membahas kondisi tersebut bersama Menteri Keuangan, Ketua OJK, Ketua LPS, dan Gubernur BI.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan soal kondisi pelemahan nilai tukar rupiah selalu dipengaruhi dua faktor utama, yakni faktor fundamental dan sentimen jangka pendek.
Perry mengatakan faktor fundamental yang dimaksud adalah kondisi makroekonomi Indonesia seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan kredit.
Menurutnya, dari sisi faktor fundamental, seharusnya rupiah menguat. Sebab, inflasi Indonesia masih terkendali di 2,8 persen pada Mei 2024 dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 persen pada triwulan 1 tahun ini. Begitupun dari sisi pertumbuhan kredit yang menyentuh 12,5 persen pada Mei 2024.
"Demikian juga kondisi ekonomi kita, termasuk juga imbal hasil investasi Indonesia yang baik. Itulah faktor-faktor fundamental yang mestinya mendukung rupiah itu akan menguat," kata Perry di usai rapat dengan Presiden di Istana Negara, Jakarta, Kamis kemarin.
ADVERTISEMENT
Perry optimistis rupiah akan menguat meskipun sekarang posisinya sudah tembus di Rp 16.400 per USD.
"Apakah BI masih meyakini rupiah menguat? Yes. Fundamental akan menguat, tapi dari gerakan bulan ke bulan faktor-faktor informasi, sentimen, akan membuat volatilitas naik turun naik turun," kata Perry saat konferensi pers hasil RDG BI Juni, Kamis (20/6).
Meskipun secara tren ada peluang rupiah menguat, Perry juga menyoroti faktor yang bisa menekan rupiah terhadap dolar AS seperti ketegangan geopolitik dan kebijakan The Fed. Contohnya dua bulan lalu, BI memprediksi suku bunga acuan AS akan turun.
"Tapi kita potensial risk enggak akan turun. Nah waktu itu yang terjadi adalah ketegangan geopolitik, sehingga itu mendasari jika enggak ada ketegangan geopolitik dan ketidakpastian FFR, mestinya enggak perlu menaikkan BI rate. Bahkan saya katakan ke depan ada ruang penurunan BI rate. Inflasi kita rendah, pertumbuhan ekonomi bagus, kredit bagus, semua bagus," kata Perry.
ADVERTISEMENT