Bos Bali United: Perusahaan Mudah Bangkrut, Klub Bola Tidak

25 Oktober 2019 16:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO Bali United, Yabes Tanuri. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
CEO Bali United, Yabes Tanuri. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan data dalam puluhan tahun terakhir, ada berbagai macam perusahaan besar dunia yang gulung tikar. Mayoritas dari sektor konsumsi (ritel), fashion dan beberapa sektor lainnya. Penyebabnya adalah persoalan krisis ekonomi, kesalahan tata kelola hingga terlilit utang.
ADVERTISEMENT
“Menurut catatan, dari 100 perusahaan di dunia itu 30-40 bangkrut. Selama 50 tahun terakhir. Kalau bola cuma 2. Jadi kalau sustainable, we are very sustainable,” ujar Chief Executive Officer Bali United Yabes Tanuri dalam program The CEO kumparan di Kantor Bali United, Wisma Achilles, Jakarta Barat, Kamis (19/9).
Pria yang juga menjabat sebagai Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI ini menggambarkan sebuah tim sepak bola yang hingga kini masih eksis (sustainable). Ia mencontohkan AFC Ajax (Ajax), salah satu tim asal Belanda yang hingga kini bisa terus bertahan di tengah berbagai situasi krisis ekonomi dan politik yang terjadi di dunia.
Padahal Ajax telah berdiri sejak 1900. Dalam bisnis sebuah tim sepak bola, menurut Yabes, hal yang paling penting adalah keberadaan suporter (pendukung) itu sendiri. Sebab, pendukung merupakan pangsa pasar utama dari semua hal yang ditawarkan oleh tim.
ADVERTISEMENT
“Fans, budaya, nonton bola. Selama ada fans, suporter enggak ada bangkut!” imbuhnya dengan nada tegas.
Selain dari sisi market yang terus eksis, sebuah tim tentu saja akan bisa mendapatkan banyak pemasukan dari iklan. Untuk Bali United, iklan menyumbang mayoritas atau sekitar 60 persen dari total pemasukan.
Pada tahun ini, salah satu tim Italia, Juventus mendapatkan 40 juta euro per tahun atau sekitar Rp 624 miliar (kurs Euro Rp 15.600) dari kesepakatan apparel dan sponsor utama (yang melekat di bagian dada). Rinciannya adalah 23 juta euro dari Adidas, sementara 17 juta euro sisanya dari Jeep.
The CEO Bali United Yabes Tanuri. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Yabes pun tak lupa salah satu komponen yang juga menjadi sumber pemasukan sebuah tim sepak bola adalah melalui hak siar. Hanya saja, Yabes menyebutkan, hak siar (tv right) di Indonesia tidak sebesar Malaysia dan Thailand.
ADVERTISEMENT
Hal ini sesuai dengan jurnal ilmiah pada tahun 2010 Floating European Football Clubs in The Stock Market yaitu sebuah tim sepak bola bisa melakukan diversifikasi bisnis selain dari iklan, hak siar maupun merchandise. Adapun beberapa di antaranya yaitu penyewaan stadion untuk kebutuhan lain seperti konser dan olahraga. Cara ini dilakukan oleh salah satu tim sepak bola di Denmark yaitu FC Copenhagen pada tahun 1999.
Hasilnya tim yang berdiri pada tahun 1992 ini meraup pendapatan melalui persewaan untuk kebutuhan konser dan aktivitas persewaan fitnes center. Sehingga pendapatan sebuah tim tidak hanya bergantung pada performa di lapangan.
Hanya saja, Yabes pun tak menyangkal jika ada beberapa tim sepak bola yang bangkrut. Sebagian besar tim sepak bola yang bangkrut disebabkan oleh manajemen tim yang buruk, prestasi tim tidak mengalami peningkatan, dan persaingan antar-tim dalam memperebutkan suatu daerah.
Pemain Persija dan Bali United berduel. Foto: Dok. Media Persija
Ia menggambarkan, persaingan tim-tim tersebut seperti yang terjadi di Pulau Jawa. Lihat saja, ada 9 tim sepak bola berasal dari Pulau Jawa yang bermain di Liga 1 Indonesia. Situasi tersebut berbanding terbalik dibanding persaingan tim di Pulau Bali. Di sini hanya ada Bali United yang menjadi tim terbesar baik dari jumlah pendukung hingga perusahaan.
ADVERTISEMENT
Ini juga menjadi alasan untuk menjadikan Bali United sebagai tim paling profesional, sustainable, dan profit di Liga 1 Indonesia. Jika dilihat, ambisi tersebut tampaknya bukan hal yang mustahil.
Mereka telah membuktikan sebagai tim paling siap menerapkan bisnis sepak bola profesional di Tanah Air dengan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 17 Juni 2019. Bali United pun tercatat sebagai klub bola pertama dan satu-satunya di Indonesia yang telah go public.