Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Beberapa minggu menghilang dan tidak terdengar lagi kelanjutan kasusnya, CEO Jouska Finansial Indonesia, Aakar Abyasa Fidzuno akhirnya angkat suara soal kasus mereka yang sempat viral tempo lalu.
ADVERTISEMENT
Adapun sebelumnya, perusahaan penyedia jasa penasihat keuangan (finansial advisor) ini dianggap merugikan kliennya karena diduga melakukan penempatan dana klien secara serampangan.
Terkuaknya masalah ini bermula dari keluhan beberapa klien di media sosial yang kemudian menjadi viral. Beberapa klien menuding Jouska telah mengarahkan mereka menandatangani kontrak pengelolaan rekening dana investor (RDI) dengan PT Mahesa Strategis Indonesia (MSI). Belakangan diketahui bahwa Mahesa terafiliasi dengan pemilik dan CEO Jouska, Aakar.
Dana investasi para klien tersebut dipakai oleh MSI untuk membeli beberapa saham 'gorengan' atau saham berkualitas rendah, salah satunya pembelian saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK). Beberapa klien bahkan mengaku pembelian saham tersebut dilakukan oleh para broker MSI tanpa sepengetahuan mereka.
ADVERTISEMENT
Mereka mengaku kehilangan ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Hal ini diperparah karena para klien mengaku tidak punya akses ke akun portofolio mereka. Akun tersebut seolah dikendalikan oleh pihak lain sehingga klien tidak bisa membeli ataupun menjual portofolio investasinya.
Kepada kumparan, Aakar mengaku pihaknya bertanggung jawab atas kerugian investasi yang dialami para klien. Aakar bertanggung jawab statusnya sebagai pemegang saham mayoritas di MSI.
“Kita (Jouska dan klien) sudah menyepakati kesepakatan damai, sudah ketemu dan masih progres terus,” ungkap Aakar dalam Program To The Point kumparan, Selasa (1/9).
Kesepakatan damai yang dimaksud Aakar adalah MSI telah dan sedang melakukan ganti rugi atas kerugian investasi saham yang dialami para klien.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, Aakar merinci, Jouska memiliki 1.700 klien dengan kontrak aktif. Dari jumlah tersebut sebanyak 67 klien komplain soal penurunan nilai investasi karena dana mereka digunakan untuk membeli saham 'gorengan'. Per 1 September 2020, Jouska telah menyelesaikan kesepakatan damai dengan 45 klien. Sisanya masih terus berproses.
Saat berbincang dengan kumparan, Aakar tidak membantah bahwa portofolio investasi milik beberapa kliennya amblas puluhan persen sehingga klien merugi ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Namun, Aakar menolak dituding bahwa hal tersebut merupakan ulah Jouska.
Menurut Aakar, ada tiga pihak yang terjerat dalam kasus ini yaitu klien, Jouska, dan Manajer Investasi (MI), yakni MSI. Aakar bersikeras bahwa Jouska hingga saat ini merupakan perusahaan penasihat keuangan. Bukan broker apalagi Manajer Investasi.
ADVERTISEMENT
Sebagai perusahaan penyedia jasa penasihat keuangan, Jouska menawarkan dua produk utama. Pertama, Fast Moving Service yaitu semacam konsultasi keuangan, klien datang 1-2 jam, tidak ada kontrak, berkonsultasi soal keuangan layaknya seseorang yang datang ke psikolog.
Produk kedua yaitu Comperhensive Service. Dalam produk ini, ada 10 macam produk turunan lagi seperti asset alocation, debt restructuring, dan edukasi investasi. Orang yang bingung dengan pengelolaan asetnya, ingin berkonsultasi untuk menyelesaikan utang atau ingin mendalami soal investasi saham bisa memilih produk-produk tersebut. Berbeda dengan produk pertama, jasa-jasa dalam produk kedua ini biasanya punya periode waktu lebih panjang serta terikat kontrak.
Jika klien memilih jasa edukasi investasi misalnya, maka mereka akan diarahkan untuk mengikuti kelas atau yang disebut dengan on boarding. Di kelas yang berlangsung selama 10 jam pertemuan ini, klien akan dibekali oleh para advisor Jouska soal seluk beluk berinvestasi di pasar modal. Harapan Jouska, setelah mengikuti on boarding tersebut, para klien bisa lebih melek investasi dan berani masuk ke pasar modal.
Setelah proses onboarding selesai, klien bebas memilih untuk berinvestasi saham secara mandiri atau dibantu oleh pihak yang bekerja sama dengan Jouska. Dalam hal ini Aakar mengaku, Jouska bekerja sama dengan lima sekuritas dan perusahaan kumpulan broker, salah satunya yaitu Mahesa.
ADVERTISEMENT
“Kalau klien sudah punya RDI berarti kita enggak akan refer ke sekuritas. Kalau enggak ada (RDI) kita refer. Apakah dia mau trading sendiri, atau dibantu dengan Mahesa,” ujar Aakar.
Dari sinilah masalah justru jadi kusut. Secara mengejutkan Aakar mengakui bahwa Mahesa merupakan perusahaan yang terdiri dari kumpulan broker. Secara individu, broker tersebut memiliki lisensi. Namun secara badan atau perusahaan, Mahesa tidak punya status dan izin yang jelas. Tentu saja Mahesa bukan Manager Investasi. Sehingga perusahaan inipun tidak punya izin untuk melakukan penghimpunan dana.
Dari sekitar 4.000 klien yang menggunakan jasa edukasi investasi Jouska, lalu mengikuti kelas onboarding, tercatat sebanyak 328 orang yang akhirnya memutuskan untuk tidak berinvestasi secara mandiri dan memilih mempercayakan portofolionya kepada Mahesa. Dari 328 orang inilah, sebanyak 67 klien akhirnya komplain soal penurunan nilai investasi mereka hingga viral di media sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam proses ini, Aakar menyebut bahwa para kliennya gagal paham soal perjanjian edukasi investasi antara klien dengan Jouska dan perjanjian investasi antara klien dengan Mahesa. Artinya saat belajar investasi, klien berurusan dengan Jouska. Namun saat eksekusinya, klien berurusan dengan Mahesa. Namun selama proses investasi berlangsung, yang klien tahu mereka berurusan dengan si penasihat keuangan yaitu Jouska.
Nilai investasi naik, klien lapor ke Jouska. Nilai investasi turun, klien pun lapor ke Jouska. Sedangkan Aakar mengklaim, akun investasi klien dipegang dan dikendalikan oleh Mahesa. Di posisi ini, menurut Aakar, selayaknya sebuah perusahaan financial advisor, sebisa mungkin Jouska tetap menanggapi semua laporan klien.
“Inilah dosa terbesarnya Jouska. Ini juga kesalahan saya yang paling fatal yaitu kita seringkali berkomunikasi dengan klien on behalf Mahesa. Kita konsultasi ke broker atau sales-nya kemudian kita utarakan ke klien. Bentuk komunikasi yang seperti inilah yang salah dan membuat akhirnya pemahaman bahwa Jouska adalah Mahesa, Jouska adalah broker dan seterusnya,” ujar Aakar.
ADVERTISEMENT
Namun Aakar juga tidak menampik bahwa dirinya merupakan investor mayoritas di Mahesa. Bahkan secara terang-terangan Aakar mengaku dirinya adalah komisaris di perusahaan kumpulan broker tersebut. Anehnya, ketika Mahesa mentransaksikan dana klien untuk membeli saham gorengan, Aakar mengaku tidak tahu menahu soal hal tersebut. Fungsi komisaris yang seharusnya melakukan pengawasan pada perusahaan, ternyata tidak dijalankan dengan baik.
Merasa bertanggung jawab atas masalah ini, Aakar mencari solusi dengan menawarkan kesepakatan perdamaian. Dalam hal ini Aakar menegaskan bahwa ia bertindak atas nama Mahesa, bertanggung jawab sebagai komisaris dan investor mayoritas di perusahaan tersebut.
Bentuk perdamaian yang ditawarkan Aakar beragam. Ada yang sahamnya di-buyback, ada yang diganti rugi secara keseluruhan, ada juga yang menerima ganti rugi hanya sebagian. “Penyelesaian setiap klien berbeda-beda. Risk tolerance klien beragam. Ini sangat personal. Case by case,” ujar Aakar.
ADVERTISEMENT
Sayangnya Aakar enggan membeberkan nilai dari ‘perdamaian’ tersebut. “Miliaran rupiah, ada yang dari kocek pribadi,” bebernya.