BPJS Kesehatan Berpotensi Defisit di 2025, Gimana Caranya Agar Iuran Tak Naik?

20 Juli 2023 16:31 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi BPJS kesehatan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi BPJS kesehatan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memastikan dana jaminan sosial kesehatan tetap sehat sampai akhir tahun 2024. Tahun 2022, BPJS Kesehatan mencatatkan aset neto Rp 56,5 triliun, dengan pendapatan Rp 148,1 triliun dan beban Rp 130,3 triliun, sehingga BPJS Kesehatan mencatat surplus dana jaminan sosial Rp 17,7 triliun.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2023 ini pemerintah mengambil kebijakan untuk dilakukan penyesuaian tarif fasilitas kesehatan melalui Permenkes 3 Tahun 2023 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Anggota DJSN, Muttaqien, mengatakan kebijakan itu penting sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas JKN, terlebih sejak 2016 belum ada penyesuaian tarif bagi fasilitas kesehatan.
"Dengan kebijakan tersebut serta mempertimbangkan penambahan biaya skrining dengan memperkuat promotif dan preventif untuk mengetahui potensi risiko penyakit peserta serta tindaklanjut sesuai dengan indikasi medisnya, perluasan faskes agar lebih mudah diakses peserta, peningkatan kapasitas pelayanan, serta memperhatikan dampak penyintas COVID-19, maka diproyeksikan DJS Kesehatan berpotensi negatif di akhir tahun 2025," kata Muttaqien kepada kumparan, Kamis (20/7).
Muttaqien menjelaskan, Presiden Jokowi telah memberi arahan untuk menjaga ketahanan DJS Kesehatan dan perbaikan mutu layanan JKN. Berdasarkan perhitungan aktuaria, diproyeksikan belum dibutuhkan penyesuaian iuran JKN setidaknya sampai akhir tahun 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
Cegah Defisit BPJS Tanpa Naikkan Iuran
DJSN tengah mengkaji kemungkinan akan ada kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2025. Hal itu harus diambil karena BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit Rp 11 triliun di Agustus-September tahun 2025.
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Pasal 38 menyatakan bahwa besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali, dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum dan sekurang-kurangnya memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan kemampuan membayar iuran.
"Besaran Iuran regulasinya diatur di Peraturan Presiden, sehingga perubahan apa pun terkait iuran, termasuk besaran, waktu pelaksanaan maupun mekanismenya, akan dikoordinasikan antar kementerian/lembaga dan diputuskan melalui Perpres," kata Muttaqien.
Muttaqien menjelaskan apabila proyeksi potensi defisit tersebut terjadi, terdapat 3 opsi pilihan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pada Pasal 38 PP 87/2013 itu menyatakan apabila aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan bernilai negatif maka pemerintah dapat melakukan tindakan khusus yang dapat dilakukan.
Pertama, dilakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, pemberian suntikan dana tambahan untuk kecukupan Dana Jaminan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, penyesuaian manfaat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Muttaqien menekankan pemerintah sangat berhati-hati terkait kebijakan iuran dan terpenting memperhatikan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran.
"Oleh karena itu, sejak dini, dibutuhkan identifikasi, mitigasi risiko dan langkah konkret yang diperlukan agar program JKN dapat terus berlanjut, semakin bermutu, dan memberikan manfaat kepada masyarakat," pungkas dia.