BPJS Targetkan Peserta JKN-KIS 98 Persen di 2024, Ini Sederet Kendalannya

30 Maret 2023 19:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Foto: BPJS Kesehatan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Foto: BPJS Kesehatan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Utama BPJS Ghufron Mukti menyebutkan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) Nasional pada 2024 ditargetkan mencapai 98 persen. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Dalam paparannya, Ghufron menjelaskan per Februari 2023, tercatat 91,03 persen atau setara dengan 250 juta jiwa penduduk Indonesia telah terdaftar dalam kepesertaan program BPJS Kesehatan.
“Program JKN merupakan salah satu program strategis nasional, karena kita memiliki target di RPJMN itu di tahun 2024 harus mencapai 98 persen dari seluruh penduduk. Jadi bagaimana seluruhnya, para pemangku kepentingan terutama seluruh K/L dan pemda untuk bekerja sama mencapai optimalisasi program JKN itu,” jelasnya dalam webinar Ombudsman RI, Kamis (30/3).
Meski begitu, Ghufron menyebut implementasi program perlindungan kesehatan belum optimal, terutama di level daerah. Ia menyebutkan masih banyak kendala seperti infrastruktur serta SDM kesehatan yang belum memadai.
Menurut istilah WHO, effective coverage (perlindungan kesehatan yang efektif) bukan hanya masalah pendaftaran, tapi yang terdaftar bisa memanfaatkan kepesertaannya.
Pasien peserta BPJS akan melakukan pemeriksaan di RS Bahteramas, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (31/7). Foto: ANTARA FOTO/Jojon
“Untuk bisa memanfaatkan (secara maksimal) harus ada dana untuk membangun infrastruktur, ada dokternya, ada tenaga kesehatannya, ada alat kesehatannya, ada cara mencapai pelayanan kesehatan. Itulah yang sering menjadi masalah,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu kendala pembiayaan yang sering ditemui Pemda menyangkut pemisahan mana yang menjadi upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan (UKP).
“Contohnya untuk visit di rumah atau promosi prevensi, ini sebenarnya public good atau upaya kesehatan masyarakat, sementara untuk UKP, itu tugasnya BPJS Kesehatan. Apa di daerah itu kurang uang? Tidak. Tapi mereka kesulitan memanfaatkan uang,” ungkapnya.