BPK: Insentif untuk Tenaga Kesehatan Dibayar dari Utang Luar Negeri

1 November 2021 18:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah tenaga kesehatan mengikuti Upacara Peringatan HUT ke-76 Republik Indonesia di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (17/8/2021). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah tenaga kesehatan mengikuti Upacara Peringatan HUT ke-76 Republik Indonesia di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (17/8/2021). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membeberkan bahwa pemerintah menggunakan sebagian utang luar negeri untuk membayar insentif bagi tenaga kesehatan (nakes). Dalam praktiknya, BPK menemukan bahwa terjadi kelebihan pembayaran insentif nakes akibat adanya duplikasi input data.
ADVERTISEMENT
Kelebihan bayar ini terungkap setelah BPK melakukan pemeriksaan terhadap Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020-2021 pada Kementerian Kesehatan.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, pemerintah memperoleh utang senilai USD 500 juta dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan Bank Dunia (World Bank). Utang tersebut digunakan pemerintah untuk penanganan COVID-19, salah satunya untuk membayar insentif bagi para nakes.
“Bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK itu sebenarnya adalah pemeriksaan atas pinjaman luar negeri atau PLN Indonesia Emergency Response to COVID-19 yang donornya itu AIIB,” ujar Agung dalam konferensi pers virtual, Senin (1/11).
Seorang tenaga kesehatan mengikuti Upacara Peringatan HUT ke-76 Republik Indonesia di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (17/8/2021). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
“Pinjaman itu hanya sekitar USD 500 juta. Dari USD 500 juta itu ada indikator-indikatornya antara lain seperti pedoman implementasi insentif nakes, kemudian membentuk gugus tugas nasional, dan menyusun rencana nasional tanggap COVID-19,“ sambungnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemeriksaan, BPK menemukan kelebihan pembayaran antara Januari sampai dengan Agustus 2021 ini terjadi akibat kesalahan teknis pada saat penarikan database usulan insentif nakes dari aplikasi insentif nakes yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan.
“Terjadi duplikasi data penerima insentif, dan data ini dijadikan dasar pembayaran insentif nakes sehingga terjadi kelebihan pembayaran untuk 8.961 nakes,” ujar Agung.
Besaran kelebihan pembayaran ini nilainya bervariasi antara Rp 178 ribu hingga Rp 50 juta per nakes. Atas pemeriksaan tersebut, Pada 19 Oktober 2021 tim pemeriksa BPK memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan.
Badan PPSDM Kesehatan pun kemudian melakukan kompensasi pembayaran kepada masing-masing nakes selama periode 1 Januari 2021 sampai dengan 19 Agustus 2021. Adapun Kemenkes tidak menarik membali kelebihan bayar insentif tersebut. Solusinya, nakes yang menerima kelebihan bayar tidak akan menerima insentif pada bulan-bulan berikutnya senilai kelebihan bayar yang diterima.
Sejumlah tenaga kesehatan merawat pasien positif COVID-19 di RSDC, Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
“BPK merekomendasikan Menteri Kesehatan melalui Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021,” ujar Agung.
ADVERTISEMENT
Agung pun menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan telah merespons rekomendasi BPK dengan baik dan cepat yaitu dengan segera memperbaiki data penerima insentif. Dengan demikian jumlah kelebihan bayar terus mengalami penyusutan.
“Kemenkes melakukan respons cepat untuk melakukan perbaikan terhadap data tersebut. Jadi prosedur data cleansingnya dilaksanakan sehingga jumlahnya mengalami penyusutan. Saya tidak bisa menyebut angka karena prosesnya sedang berjalan. Alhamdulillah sudah cukup bagus,“ ujarnya.