BPK Ungkap 6 Pelanggaran yang Dilakukan Dewan Pengawas TVRI

26 Februari 2020 18:01 WIB
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kain hitam bertuliskan #SAVE TVRI di kantor TVRI, Jakarta.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kain hitam bertuliskan #SAVE TVRI di kantor TVRI, Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan enam pelanggaran pada Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI. Enam temuan tersebut diserahkan ke Wakil Ketua Komisi I DPR, Aziz Syamsuddin.
ADVERTISEMENT
Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan enam temuan itu berkaitan dengan kinerja dewas, bukan audit investigasi atau penyelidikan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang mengarah ke kerugian negara.
"Ini pemeriksaan kinerja mengarah ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan yang dibuat presiden, negara, menteri, dan mereka sendiri. Mereka taat enggak? Hasilnya kami nilai ketidakpatuhan (dewas) terhadap aturan, beberapa hal kami sampaikan," kata dia di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Rabu (26/2).
Salah satu temuannya, kata Achsanul adalah ketidakharmonisan peraturan perundangan yang memayungi TVRI. Salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI, sementara Dewas TVRI bikin aturan sendiri.
"Intinya dewas bikin aturan yang tidak sesuai dengan UU, PP sehingga menimbulkan konflik dengan direksi sebab aturan itu mengikat direksi," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Temuan kedua, Dewas TVRI mengaku diri mereka setara menteri, BPK, dan DPR. Padahal, dalam UU, Dewas itu berstatus pejabat non eselon yang setara pejabat fungsional.
Karena Dewas TVRI merasa dirinya tinggi, mereka menikmati hak-hak dan fasilitas negara yang tak seharusnya.
Ketiga, Dewas TVRI juga membuat penilaian kinerja direksi yang tidak sesuai rencana kerja strategis. Padahal rencana kerja tersebut dibuat Dewas dan Direksi TVRI. Ini membuat penilaian dari Dewas ke Direksi TVRI tak objektif.
"Itu juga yang jadi alasan pemecatan dirut karena penilaian dianggap tidak cukup sebab ketercapaian 100 persen tapi penilaiannya 1, padahal paling tinggi 4, jadi enggak menuhin kriteria," jelasnya.
Temuan lain yang melanggar UU adalah Dewas TVRI putuskan gaji direksi dan dewas sendiri. Padahal sudah ada di perpres 78/2008. Lalu, Dewas mengangkat tenaga ahli.
ADVERTISEMENT
Padahal, dalam aturannya Dewas TVRI tak boleh mengangkat tenaga ahli. BPK pun minta Dewas TVRI tak memperpanjang kontrak tenaga ahli tersebut.
BPK merekomendasikan agar aturan berseberangan yang dibuat Dewas segera direvisi. Hal ini dilakukan agar organisasi ini bisa berjalan seperti aturannya.
"Rekomendasi dari BPK adalah pemerintah segera perbaiki PP dan kami minta cabut keputusan dewas yang enggak sesuai aturan yang enggak ada," jelasnya.
Anggota Dewan Pengawas LPP TVRI Maryuni Kabul Budiono bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (21/1). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Berikut temuan lengkap BPK terhadap Dewas TVRI:
a. Peraturan perundang-undangan yang mengatur LPP TVRI dan LPP RRI belum memadai. Permasalahan pada PP 13/2005 tentang LPP TVRI dan PP 12/2005 tentang LPP RRI antara lain:
1. Pasal 7 huruf d “Dewan Pengawas mempunyai tugas mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi”. Syarat pemberhentian sesuai Pasal 24 ayat (4): tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewan Direksi.
ADVERTISEMENT
Namun dalam praktiknya, Dewas menambahkan syarat pemberhentian Dewan Direksi melalui hasil penilaian kinerja (tidak memuaskan/tidak lulus). Berdasarkan pemeriksaan, penilaian kinerja kepada Dewan Direksi cenderung subjektif.
Atas indikator-indikator yang pencapaian kinerjanya 100 persen, Dewas menilai bervariasi dan tanpa rumusan yang jelas. Selain itu, Dewas LPP TVRI menambahkan 10 indikator penilaian yang tidak tercantum dalam kontrak manajemen.
2. Pasal 18 ayat (1) “Dewan Pengawas adalah jabatan non eselon”. Jabatan ini tidak diatur dalam regulasi apa pun selain PP 13/2005 dan PP 12/2005. Dewan Pengawas LPP TVRI menafsirkan sendiri bahwa jabatan non eselon adalah Pejabat Negara setingkat Menteri, Ketua/Anggota KPK dan BPK.
Dalam praktiknya selain mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp5 juta/bulan sesuai Perpres No.73/2008 dan Perpres No.101/2017, Dewas menggunakan kendaraan dinas setara eselon I dan tiket penerbangan kelas bisnis.
ADVERTISEMENT
3. Pasal 42 “Pembinaan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan TVRI dan RRI dilakukan oleh Direktur yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku”.
Dalam praktiknya, LPP TVRI tidak memiliki Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) secara mandiri. Meskipun sebagai institusi pemerintah yang mandiri yaitu Direktur Utama LPP TVRI sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang, namun PPK LPP TVRI adalah Menteri Kominfo.
Hal ini mengakibatkan LPP TVRI tidak dapat melakukan pemenuhan kebutuhan PNS secara mandiri untuk mengantisipasi semakin banyaknya PNS memasuki usia pensiun.
b. Ketentuan dalam Keputusan Dewan Pengawas LPP TVRI Nomor 2 Tahun 2018 tidak sesuai dengan PP Nomor 13 Tahun 2005. Dalam keputusan tersebut, Dewas LPP TVRI menambahkan ketentuan yang tidak diatur dalam PP 13/2005 antara lain:
ADVERTISEMENT
1. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 8 “Dewas mempunyai wewenang”:
a) Mengangkat tenaga ahli dan/atau membentuk komite untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas. (PP 13/2005>> Pasal 8 ayat (4) “Dewas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh sekretariat yang secara administratif berada di bawah Dewan Direksi”).
b) Mengajukan pertanyaan, mengakses data dan informasi, pemantauan tempat kerja, serta sarana dan prasarana. (PP 13/2005 >> menimbulkan tumpang tindih dengan tugas pengawasan yang menjadi tugas Satuan Pengawasan Intern).
c) Menetapkan besaran gaji dan tunjangan bagi Dewan Direksi. (PP 13/2005 >> tidak diatur. Penghasilan Dewan Direksi LPP TVRI ditetapkan dengan Surat Menteri Keuangan Nomor 566/MK.02/2017).
Dirut LPP TVRI nonaktif Helmy Yahya menunjukkan surat pemberhentian dari jabatannya oleh Dewan Pengawas LPP TVRI saat menggelar konferensi pers di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
2. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 16 “Wewenang Dewan Direksi yang memerlukan persetujuan Dewas” antara lain melakukan perjalanan dinas, adapun rinciannya pada Pasal 38 dan 39:
ADVERTISEMENT
a) Perjalanan dinas dalam negeri maupun luar negeri Direktur Utama memerlukan persetujuan Dewan Pengawas disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
b) Perjalanan dinas dalam negeri Anggota Dewan Direksi memerlukan persetujuan Direktur Utama disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
c) Perjalanan dinas luar negeri Dewan Direksi memerlukan persetujuan Dewan Pengawas disesuaikan urgensi dan kepentingannya.
3. Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 46 ayat (8) “Anggota Dewan Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila tidak dapat memenuhi kontrak manajemen”.
(PP 13/2005 >>Pasal 24 ayat (4) syarat pemberhentian: tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewan Direksi).
Penambahan wewenang Dewas menjadikan kegiatan operasional terganggu dan menjadi lambat serta berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kerja antara Dewas dan Dewan Direksi LPP TVRI.
ADVERTISEMENT