BPKN Terima 1.275 Pengaduan Sepanjang 2020, Laporan soal E-commerce Melonjak

14 Desember 2020 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Belanja online saat new normal Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Belanja online saat new normal Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima banyak aduan dari konsumen, khususnya untuk sektor e-commerce. Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak mengatakan seiring dengan meningkatnya tren transaksi digital, maka persoalan pada e-commerce juga ikut naik.
ADVERTISEMENT
Sepanjang 2020 misalnya, dari 1.276 aduan yang diterima BPKN, sebanyak 23,11 persennya merupakan aduan tentang e-commerce. Padahal tiga tahun lalu aduan e-commerce tidak sampai 2 persen.
“Jadi dari 1.276 aduan ini, e-commerce mengalami peningkatan paling tajam. Yang paling tinggi. Tiga tahun kemarin e-commerce cuma 1,35 persen selama 3 tahun. Tahun 2020 e-commerce meningkat tajam jadi 23,11 persen,” ujar Rolas dalam Konferensi Pers Virtual Catatan Akhir Tahun BPKN 2020, Senin (14/12).
Rolas mengatakan sejatinya aduan yang masuk tersebut paling banyak disebabkan karena kurangnya pengetahuan konsumen. Dari beberapa e-commerce yang paling banyak dikomplain yaitu Traveloka, Lazada, Shopee, Oyo hingga PegiPegi, sebagian besar kasusnya justru terjadi karena ketidaktelitian konsumen.
“Dari semua pelaku usaha yang dilaporkan ini mayoritas konsumen yang salah, contohnya ketika refund pakai aplikasi. Misalnya nama Rollas, L nya dua. Ketika registrasi L nya satu. Jadi kembali lagi ke konsumen. Tapi ada juga pelaku usaha yang nakal. Setelah kita undang, pelaku usaha mau memberikan hak konsumen. Sebanyak 70-80 persen pelaku e-commerce di Indonesia masih baik,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya pada proses refund, hal sejenis juga terjadi pada masalah One Time Password (OTP) alias password sekali pakai yang biasanya digunakan untuk verifikasi sebuah transaksi. Menurut Rolas banyak konsumen tidak merasa melakukan transaksi namun ada tagihan yang masuk atau bahkan saldo berkurang. Rolas mengatakan hal ini juga sering terjadi karena konsumen kurang cerdas.
“Ini sering terjadi karena konsumen enggak hati-hati. Konsumen kurang cerdas. Kami sering lakukan edukasi informasi, ini konsumen harus cerdas, meningkatkan kemampuan,” ujarnya.
Rolas Sitinjak menjawab pertanyaan wartawan Foto: Aldis Tannos/kumparan
Selain itu, menurut Rolas, berdasarkan kondisi terkini, konsumen juga banyak mengirimkan aduan tentang pelayanan Online Travel Agent (OTA) seperti Traveloka. Contohnya banyak konsumen sudah membeli tiket pesawat di awal tahun 2020 untuk terbang misalnya di Oktober 2020, namun penerbangan batal karena pandemi.
ADVERTISEMENT
Menurut Rolas dalam posisi ini baik konsumen maupun OTA tidak bersalah.
Namun permasalahan berlanjut ketika konsumen ingin melakukan refund. Kebanyakan OTA memberikan refund atau pengembalian dalam bentuk voucher bukan dana. Menurut Rolas ini harus dibenahi.
“Tapi refund bukan berupa uang. Padahal konsumen beli pakai duit. Itu enggak bisa. Kalau beli pakai uang, kembalikan pakai uang. Permenhub izinkan refund dalam bentuk voucher. Tapi Kemenhub telah bersedia membenahi supaya hak-hak konsumen terpulihkan,” ujarnya.
Selain itu kendala lain yang diadukan konsumen adalah soal kebocoran data seperti yang terjadi pada Tokopedia. Juga adanya phising yang membuat konsumen kehilangan saldo padahal merasa tidak melakukan transaksi.
Selain itu ada juga pengaduan konsumen tentang e-commerce yang menjanjikan hadian dengan modus mengumpulkan poin. Pihak e-commerce berjanji bahwa poin bisa ditukar dengan produk tertentu. Namun ketika konsumen sudah mencapai jumlah poin yang ditentukan, penukaran hadiah tidak bisa dilakukan. Alasannya periode penukaran sudah berakhir.
ADVERTISEMENT
“Asumsinya poin terkumpul bisa ditukarkan dengan hadiah. Pas sudah terkumpul ternyata tidak bisa. Rupanya poin kemarin enggak berlaku. Modusnya seperti itu,” ujarnya.
Menurut Rolas ini menjadi pekerjaan rumah bersama baik kementerian maupun lembaga terkait, sebab meningkatnya aduan di sektor e-commerce tersebut menunjukkan bahwa akan selalu ada konsekuensi atau persoalan dari bergesernya aktivitas masyarakat.
Rolas pun menyatakan pihaknya berkomitmen untuk terus menangani dan merespons tantangan baru dalam konteks ekonomi digital yang kini berkembang pesat. Menurutnya transformasi digital telah memengaruhi masalah kebijakan konsumen jangka panjang sehingga perlu antisipasi perlindungan konsumen di era digital.
Perlindungan tersebut berupa penyesuaian kebijakan untuk teknologi yang cepat berubah, penguatan kerja sama lintas batas, peningkatan dampak penarikan produk di era digital, penyelesaian sengketa, pemulihan hak dan teknologi baru, dan perlindungan konsumen yang rentan di era digital.
ADVERTISEMENT