BPS: Lulusan SMK Cenderung Kerja Setelah Lulus, Kebanyakan di Sektor Blue Collar

22 Januari 2025 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Berdasarkan data BPS, lulusan SMK justru cenderung langsung bekerja setelah menyelesaikan pendidikan mereka. Foto: dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Berdasarkan data BPS, lulusan SMK justru cenderung langsung bekerja setelah menyelesaikan pendidikan mereka. Foto: dok. Istimewa
Selama ini, lulusan SMK sering dianggap sebagai penyumbang pengangguran tertinggi, dengan anggapan bahwa mereka kesulitan menemukan pekerjaan setelah lulus. Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan SMK justru cenderung langsung bekerja setelah menyelesaikan pendidikan mereka.
Laporan tersebut juga menyebutkan, ada 570 ribu lulusan SMK langsung terjun ke dunia kerja setelah lulus, bahkan 90 ribu di antaranya sudah bekerja sebelum kelulusan.
Bukan tanpa alasan. Selama sekolah, para siswa SMK belajar berbagai keahlian teknis di bidang tertentu hingga soft skill yang penting untuk dunia kerja, seperti komunikasi dan kerja sama tim. Mereka juga terlibat dalam berbagai kegiatan praktikum dan proyek langsung yang mendekatkan mereka dengan dunia industri.
Dalam data BPS juga disebutkan, lulusan SMK mayoritas bekerja pada sektor blue collar. Jumlahnya bahkan mencapai 16,04 juta orang per Agustus 2024.
Lantas apa itu sektor blue collar?

Mengenal Sektor Blue Collar dan Permintaannya yang Selalu Naik

Pekerja blue collar merujuk pada jenis pekerjaan yang melibatkan tenaga fisik atau keterampilan teknis. Biasanya, mereka dilatih langsung di tempat kerja atau melalui pendidikan kejuruan yang ada di SMK. Para pekerja di bidang manufaktur, konstruksi, dan transportasi termasuk di dalamnya.
Ilustrasi lulusan SMK yang bekerja di sektor blue collar. Foto: dok. Istimewa
Dibandingkan sektor lain, blue collar cenderung memiliki permintaan yang stabil, bahkan dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif. Sebab, banyak pekerjaan yang berkaitan dengan kebutuhan esensial, seperti produksi barang konsumsi. Terlepas dari kondisi ekonomi, kita tetap memerlukan barang kebutuhan sehari-hari, bukan?
Tak hanya itu, para pekerja sektor blue collar juga biasanya terlibat dalam proyek jangka panjang. Industri seperti konstruksi dan manufaktur sering membutuhkan tenaga kerja tetap hingga proyek selesai.
Forbes bahkan mengemukakan, pekerja blue collar akan terus dibutuhkan seiring dengan perkembangan AI. Menurut Aaron Burciaga, CEO perusahaan berbasis AI di Amerika Serikat, kurangnya para pekerja yang memiliki keterampilan teknis dapat menimbulkan masalah jangka panjang.
Mulai dari menurunkan efisiensi operasional, memperlambat penyelesaian proyek, hingga membuat perusahaan stagnan.
"Perusahaan akan selalu membutuhkan beberapa orang dengan gelar master dan doktor, tetapi untuk meningkatkan skala dan bersaing, kita akan membutuhkan banyak tenaga kerja AI kerah biru," tulis Aaron.
Ilustrasi lulusan SMK yang bekerja di sektor blue collar. Foto: dok. Istimewa
Bila ditarik lebih jauh, hal ini pun membuat efek domino yang positif. Karena permintaannya selalu ada, lulusan SMK akan selalu punya kesempatan untuk bekerja setelah lulus.
BPS juga menemukan bahwa persentase lulusan SMK yang bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMA. Sebab, mereka sudah dibekali dengan keterampilan-keterampilan tertentu yang bisa menunjang pekerjaan di sektor blue collar.
Keterampilan dan pengalaman praktis yang diperoleh selama pendidikan membuat lulusan SMK lebih siap memasuki dunia kerja, terutama di sektor blue collar—yang permintaannya cenderung stabil.
Pendidikan kejuruan terus menjadi elemen penting dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja, baik di tingkat nasional maupun internasional.