BTN Dikabarkan Batal Akuisisi Muamalat, Ekonom Duga Terkendala Kesepakatan Harga

3 Juli 2024 12:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Menara BTN. Foto: Dok. Bank BTN
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Menara BTN. Foto: Dok. Bank BTN
ADVERTISEMENT
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau Bank BTN (BBTN) dikabarkan batal mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Ekonom Senior Institute for Social, Economic, and Digital (ISED) Ryan Kiryanto mengatakan, jika benar akuisisi tersebut batal, menurutnya hal tersebut merupakan bentuk kehati-hatian perseroan.
ADVERTISEMENT
Ryan juga menjelaskan, kabar batalnya aksi BTN mengakuisisi Bank Muamalat adalah hal wajar dalam negosiasi aksi korporasi. "Beberapa pertimbangan seperti nilai tambah (valuasi) setelah aksi korporasi dilakukan, visi misi, hingga kesepakatan harga jual-beli yang dinilai cocok untuk kedua belah pihak,” ujar Ryan saat dihubungi, Rabu (3/7).
Dia melanjutkan, secara teori perusahaan ingin mengakuisisi perusahaan lain karena ingin mengejar value dan memberikan nilai tambah. Untuk mencapai tujuan itu, ada banyak cara yang dilakukan, seperti mengakuisisi perusahaan yang sehat untuk cepat mencapai pertumbuhan yang agresif.
"Atau akuisisi perusahaan kurang sehat untuk diperbaiki dan mendukung pertumbuhan bisnis dalam jangka panjang. Pastinya untuk beli perusahaan kurang sehat, harganya akan lebih murah,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Jika ada ketidaksepakatan dalam negosiasi akuisisi merger, lanjut Ryan, hal tersebut menandakan ada yang tak sesuai dari sisi nilai tambah usai aksi korporasi, kesepakatan harga, hingga tidak cocok secara visi dan misi.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, berpendapat kabar batal rencana merger dan akuisisi dalam aksi korporasi adalah hal biasa. "Tidak semua due dilligence harus berakhir dengan kata sepakat," ujarnya.
Piter menambahkan, dengan memahami karakter pengendali Bank Muamalat, ada beberapa kemungkinan penyebab rencana aksi korporasi BTN ini tidak terjadi. Salah satunya disebabkan oleh pemegang saham pengendali Bank Muamalat adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang disebut memiliki banyak aturan, termasuk melakukan divestasi. Apalagi, BPKH sebagai pengelola dana haji mewajibkan investasinya tidak boleh mencatatkan return negatif.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Demokrat, Herman Khairon, mendukung sikap kehati-hatian Bank BTN dalam proses akuisisi Bank Muamalat untuk merger dengan BTN Syariah.
"Dalam aksi korporasi seperti akuisisi merger ini memang dibutuhkan kajian dan analisis yang mengedepankan asas kehati-hatian. Termasuk, proses due dilligance yang dilakukan," ujarnya.
Menurut dia, salah satu hal paling penting dalam akuisisi dan merger adalah kedua belah pihak harus memiliki kesesuaian terkait strategi bisnis, nilai perusahaan, hingga kesesuaian budaya serta visi antar entitas yang berbeda.
Sebelumnya, sempat dikabarkan rencana BTN akuisisi Bank Muamalat tidak berbuah hasil karena adanya ketidaksamaan visi dan ditentang oleh sejumlah pihak termasuk kelompok pendiri Bank Muamalat.
Meski demikian, hingga saat ini BTN maupun Kementerian BUMN belum memberikan penjelasan detail terkait kabar aksi korporasi tersebut. Terakhir, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemerintah ingin pasar ekonomi syariah di Indonesia bisa berkembang secara seimbang.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, pada 4 April 2024 memastikan belum ada bank syariah lain yang mengajukan untuk merger, termasuk Unit Usaha Syariah (UUS) BTN atau BTN Syariah dengan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Dian mengatakan, saat ini tahapan-tahapan dalam rencana aksi merger tersebut masih berlangsung. Pada waktunya, OJK akan memproses perizinannya setelah diajukan kepada OJK.
“Berbagai tahapan tersebut tentunya memerlukan perencanaan dan diskusi yang mendalam di antara kedua belah pihak, sehingga diperlukan waktu yang cukup dalam setiap tahapannya,” kata Dian dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Kamis (4/4)