Bukalapak dan GoTo Antre IPO, Lo Kheng Hong Tertarik Beli Sahamnya?

25 Juni 2021 9:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lo Kheng Hong, investor perseorangan di bursa saham yang dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia.  Foto: Dok. SBM ITB
zoom-in-whitePerbesar
Lo Kheng Hong, investor perseorangan di bursa saham yang dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia. Foto: Dok. SBM ITB
ADVERTISEMENT
Dua startup asal Indonesia, Bukalapak dan GoTo, disebut-sebut sudah bersiap masuk ke pasar modal. Berdasarkan dokumen mini expose yang diterima kumparan, Bukalapak nampaknya akan lebih dulu jadi perusahaan publik pada 29 Juli 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
Para pelaku pasar banyak yang menantikan IPO perusahaan rintisan dan melihatnya sebagai aksi korporasi yang cukup menjanjikan. Namun ternyata tak sedikit juga yang tidak tertarik dengan IPO stratup. Salah satunya yaitu Lo Kheng Hong, investor kawakan yang dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia.
Menurut Lo, dirinya tidak tertarik membeli saham perusahaan rintisan sebab biasanya perusahaan tersebut masih rugi.
“Valuasinya mahal sekali tapi perusahaannya rugi. Jadi tidak mungkin saya membeli startup teknologi seperti itu, tidak mungkin,” ujar Lo dikutip dari postingan Instagram Lukas Setiaatmaja @lukas_setiaatmaja, Jumat (25/6).
Logo GoTo. Foto: Aditya Panji/kumparan
Menurut Lo, kalau pun startup tersebut sudah membukukan laba, biasanya nilai kecil. Lo mengakui dirinya merupakan investor yang konservatif. Sehingga ia hanya akan membeli saham dari perusahaan yang sudah membukukan laba dalam jumlah besar, punya Price Earning Ratio (PER) yang kecil dan harganya murah.
ADVERTISEMENT
Lo juga tidak sependapat dengan pemikiran bahwa membeli saham startup berarti membeli prospek baik di masa depan. Bagi Lo, perusahaan harus membuktikan kinerja bottom line terlebih dulu dan tidak hanya menawarkan prediksi yang belum jelas terbukti.
“Jadi kalau jual ke saya masa depan, halusinasi, dongeng, enggak mungkin saya beli. Apalagi oh nanti labanya sekian. Ya buktiin aja dulu kan. Jadi saya tetap orang yang konservatif. Hanya membeli setelah perusahaan membukukan laba yang besar. Enggak hanya perusahaan yang belum membukukan laba,” ujarnya.
Seperti diketahui, berdasarkan dokumen mini expose, Bukalapak diketahui masih merugi dalam tiga tahun terakhir. Di 2020, Bukalapak tercatat masih rugi Rp 168 miliar, mengecil dari kerugian di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 1,25 triliun.
Logo Bukalapak Foto: Jofie Yordan/kumparan
Sementara Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya mengatakan, saham Bukalapak layak untuk dikoleksi meskipun masih rugi. Sebab menurutnya investor tidak selalu melihat kinerja bottom line. Tetapi aspek lain seperti prospek masa depan juga bisa dijadikan acuan.
ADVERTISEMENT
“Kita kan liatnya bukan bottom line tapi prospek,” ujar Christine.
Menurutnya, Bukalapak memiliki prospek yang baik sebab target marketnya sedikit berbeda dengan e-commerce lainnya. “Jadi harusnya prospektif karena memiliki different business model,” ujarnya.