Bulog Ungkap Tantangan Penyebab Ketahanan Pangan Dunia Sulit Tercapai

19 September 2024 16:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska Harahap di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska Harahap di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perum Bulog bicara tantangan yang dihadapi negara-negara dunia termasuk Indonesia, untuk mencapai ketahanan pangan.
ADVERTISEMENT
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska Harahap, membeberkan tantangan terberat untuk mencapai ketahanan pangan saat ini adalah climate change atau perubahan iklim. Sebab, selain mempengaruhi pertumbuhan padi, perubahan iklim juga mempengaruhi ketersediaan air.
“Saat ini, produksi beras dihadapkan pada konferensi isu-isu yang berdampak luas pada masyarakat lokal dan sistem pangan global, salah satu tantangan yang paling mendesak adalah perubahan iklim. Pola cuaca yang tidak dapat diprediksi,” kata Sonya dalam sambutannya di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9).
Di luar faktor lingkungan, produksi padi dunia juga dihadapkan dengan permasalahan biologis, seperti hama, penyakit tanaman, juga gulma invasif. Menurut dia, permasalahan biologis ini membuat beban petani semakin berat setelah diserang perubahan cuaca. Padahal, di saat yang sama sisi lain, petani juga harus memikirkan tekanan dari sisi ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Tekanan ekonomi yang semakin meningkat, serta tantangan-tantangan ini, volatilitas pasar, pembatasan perdagangan, dan meningkatnya biaya input seperti pupuk dan energi, yang membuat petani semakin sulit mendapatkan margin,” terang Sonya.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik juga dapat mempengaruhi produksi dan distribusi pangan di dunia, khususnya padi. Sehingga, Sonya melihat tantangan-tantangan ini dapat menjadi alarm kerawanan pangan untuk negara-negara dengan makanan pokok beras, seperti Indonesia.
“Jelas bahwa untuk mengamankan masa depan padi, kita memerlukan solusi yang inovatif, berkelanjutan, dan kolaboratif yang dapat membantu kita mengatasi tantangan global ini,” tutur Sonya.
Dalam hal inovasi, Sonya melihat pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal. Teknologi modern seperti sensor, drone, dan analisis data misalnya, dapat memungkinkan petani memanfaatkan sumber daya lebih efisien, sementara varietas beras tahan kekeringan membantu menghadapi perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
“Inovasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan cara berpikir dan bekerja sama. Semua pihak harus berkontribusi untuk memastikan sistem produksi beras yang lebih tangguh,” kata dia.
Ketahanan pangan menjadi topik utama yang dibahas dalam IIRC 2024, yang digelar 19-21 September 2024 di Nusa Dua, Bali.
Pada gelaran ini, Sonya bilang, Bulog akan menggandeng berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri untuk membahas isu-isu kritis seperti perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan ketegangan geopolitik yang memperumit lanskap produksi dan distribusi beras.