BUMN Rusia Pastikan Hengkang dari Blok Tuna Tahun Ini

7 Juni 2024 13:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai (offshore). Foto: Mr.PK/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai (offshore). Foto: Mr.PK/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan BUMN asal Rusia, Zarubezhneft (ZN), berjanji akan menuntaskan divestasi hak partisipasinya di Blok Tuna tahun ini.
ADVERTISEMENT
ZN bermitra dengan operator Blok Tuna, Harbour Energy, melalui Premier Oil Tuna BV dengan masing-masing memiliki 50 persen hak partisipasi. Namun, perkembangan blok tersebut terdampak sanksi Uni Eropa dan Inggris selama eskalasi konflik Rusia dan Ukraina.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyalahkan terhambatnya divestasi ZN di Blok Tuna menjadi salah satu alasan target jangka panjang lifting migas 1 juta barel per hari (bopd) tidak akan tercapai di tahun 2030.
"Blok Tuna di Natuna, karena geopolitik partner ZN dari Rusia harus melepaskan ini permasalahan-permasalahan," ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Kamis (6/6).
Ditemui usai rapat, Dwi mengatakan ZN harus segera divestasi kepemilikannya di Blok Tuna, sebab mengganggu pengembangan proyek yang dilakukan Harbour Energy.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis (31/11). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Harbour Energy sebelumnya telah memutuskan untuk mengundur investasi akhir atau Final Investment Decision (FID) terhadap pengembangan Blok Tuna menjadi 2025, atau mundur dari persetujuan rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) yang sudah diberikan sejak Desember 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
"ZN harus divestasi kan, ya itu yang mengganggu proyeknya. Karena itu ZN sudah janji tahun ini dia akan bisa menyelesaikan untuk divestasinya," ungkap Dwi.
Meski demikian, Dwi memastikan pengembangan proyek masih berjalan. Katanya, Harbour Energy sudah melaksanakan Front End Engineering Design (FEED) dan tengah melakukan pengadaan.
"Tetapi sambil ZN melaksanakan divestasi, Harbour juga sudah melaksanakan proyek FEED dan beberapa proses-proses pengadaan yang dibutuhkan," pungkas Dwi.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Selain itu, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional juga ditaksir mencapai USD 3,07 miliar atau setara dengan Rp 45,4 triliun.
Sebelumnya, Dwi mengungkapkan ada kemungkinan target produksi (on stream) Blok Tuna mundur jadi tahun 2027 karena masih mencari mitra pengganti ZN.
ADVERTISEMENT
Dwi mengatakan saat ini ada 3 calon KKKS pengganti ZN di Blok Tuna. Meski belum membeberkan nama perusahaannya, dia menyebutkan ada perusahaan dalam dan luar negeri.
"Dari tiga mungkin akan diadu mana yang lebih bisa memenangkan itu. Ada dalam negeri ada luar, terutama Tuna itu marketnya kan ke Vietnam," jelas Dwi di sela acara IPA Convex ke-48, Selasa (14/5).
Menurutnya, perusahaan luar negeri tertarik menggarap Blok Tuna karena ada potensi ekspor gas bumi ke Vietnam. Tercatat, potensi penjualan gas bumi ini mencapai 100 sampai 150 juta MMSCFD (million standard cubic feet per day).
Dwi mengatakan, proyek ini ditargetkan bisa berproduksi mulai tahun 2026. Meski demikian, dia melihat ada potensi kemunduran proyek hingga maksimal 2027.
ADVERTISEMENT
"Karena proses investasi juga jalan, sekarang Harbour Energy juga mulai jalan lagi. Jadi kalau saya lihat, kalau 2026 mungkin masih bisa dikejar. Kalau misalkan geser ya 2027 lah," tutur Dwi.