Buruh DKI Ingin Sistem Upah Sektoral Diberlakukan Lagi

18 November 2023 20:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Buruh di DKI Jakarta ingin sistem Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK) yang dihapus sejak dua tahun lalu diberlakukan lagi. Hal itu disampaikan Dewan Pengupahan dari unsur Serikat Pekerja atau Buruh Dedi Hartono jelang penetapan kenaikan UMP 2024 pada 21 November 2023.
ADVERTISEMENT
“Meskipun secara regulasi agak sulit. Sistem pengupahan seharusnya sektoral jadi sebuah pertimbangan lain karena tidak bisa disamakan dengan pekerja di garmen dengan sektor industri otomotif saat ini,” tutur Dedi dikutip Sabtu (18/11).
Sejak UMSK dihapus pada dua tahun yang lalu, lanjut Dedi, para pekerja lebih sulit untuk menerima upah yang lebih tinggi, dibandingkan pada saat UMSK masih berlaku. Padahal, pekerja dulunya menerima upah di atas 5 persen dari UMP.
“Sejak dua tahun terakhir setelah dihilangkan upah sektoral mereka sulit lebih tinggi dibandingkan di bawah sektoral ini, jadi kecemburuan dia yang biasanya di atas 5 persen UMP,” tambah Ketua Bidang Pengupahan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek).
Sejumlah buruh menaiki sepeda motor saat antre pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Setelah sistem pengupahan sektoral ini dihapus, Dedi memandang kebijakan struktur upah tidak berjalan dengan baik di perusahaan, menyebabkan banyak pekerja yang protes.
ADVERTISEMENT
Meskipun besaran upah kian naik, akan tetapi menurutnya pekerja tetap mengikuti kebijakan penetapan pengupahan setiap tahunnya. Hal ini lah yang menurutnya UMSK harus dikembalikan.
Sebelumnya, upah sektoral sempat tercantum dalam PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam regulasi ini, Gubernur dapat menetapkan upah minimum sektoral provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh di sektor yang bersangkutan.
Namun, aturan tersebut tidak lagi berlaku lantaran digeser oleh PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang kemudian digantikan oleh PP yang baru saja disahkan, PP 51/2023.