Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Buruh Rokok Harap Aturan Pertembakauan Bisa Akomodasi Petani hingga Industri
24 Januari 2023 16:14 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Para buruh rokok berharap pemerintah bisa melibatkan seluruh pihak sebelum menerbitkan aturan pertembakauan. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto berharap, aturan pemerintah mengenai pertembakauan bisa mengakomodasi seluruh pihak, mulai dari petani hingga industri hasil tembakau.
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini berencana akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang tercantum dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah di tahun 2023.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan, revisi PP 109/2012 akan mengganggu stabilitas industri tembakau. Sebab menurutnya, pekerja di sektor tembakau akan kembali termarjinalkan dan mendapat perlakuan diskriminatif.
“Pekerja tembakau sering jadi korban atas kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Revisi PP 109/2012 ini bertentangan dengan Undang-Undang karena tidak mengakomodir kepentingan pihak yang terlibat,” ujar Sudarto kepada kumparan, Selasa (24/1).
Sudarto menegaskan, pihaknya akan selalu berupaya untuk membela dan mempertahankan industri tembakau sebagai sumber mata pencaharian anggotanya. Ia mengingatkan pemerintah agar memperhatikan dan melindungi pekerja di sektor tembakau yang jumlahnya besar.
Sementara itu, Ketua Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK) Agus Sarjono menyampaikan industri tembakau telah berkontribusi besar terhadap pendapatan negara. “Pemerintah selalu menekan industri ini dengan regulasi yang eksesif. Kita ini sudah berikan kontribusi besar bagi perekonomian. Pabrik-pabrik rokok juga selalu patuh pada aturan, termasuk PP 109/2012,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menuturkan, terganggunya industri tembakau akan berdampak pada nasib 2 juta petani tembakau, 2 juta peritel, 1,5 juta petani cengkih, dan 600 ribu buruh rokok. Padahal, industri tembakau selama ini menjadi salah satu penopang perekonomian nasional, khususnya pada saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia.
“Menurut hasil studi UNAIR (Universitas Airlangga) pada tahun 2022, kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) industri tembakau kepada perekonomian negara mencapai 710,3 triliun dari hulu ke hilir. Industri ini mampu menggerakkan perekonomian, khususnya di sentra produksi tembakau,” paparnya.
Hananto juga melihat faktor pertimbangan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, dalam mendorong revisi PP 109/2012 tidak berdasarkan data yang valid, mengingat prevalensi perokok anak telah mengalami penurunan selama empat tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat di tahun 2022 angka prevalensi perokok anak berusia 18 tahun ke bawah adalah 3,44 persen, menurun dibanding tahun sebelumnya yakni 3,69 persen.
Sebelumnya, pemerintah menilai PP 109/2012 tidak mampu mengendalikan perokok anak dan kematian. Aturan tersebut perlu diperkuat kembali dengan cara melakukan revisi Peraturan Pemerintah tersebut.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menilai, revisi PP 109/2012 merupakan suatu kebutuhan regulasi yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 yang menargetkan turunnya perokok usia 10-18 tahun dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di tahun 2024 sehingga revisi ini fokus untuk mengendalikan perokok pemula dalam upaya perlindungan anak.
ADVERTISEMENT