news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Butuh Modal, Pemerintah Incar Uang Masyarakat yang Masih di Lemari

9 Agustus 2019 11:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah Foto: ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah Foto: ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Perekonomian nasional membutuhkan modal jangka pendek atau shortterm capital inflow dari dalam negeri. Sebab, peranan modal asing tak menunjukkan kemajuan lantaran berada di angka 40 persen di pasar surat berharga pemerintah.
ADVERTISEMENT
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution. Darmin mengatakan bahwa hingga saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang menyimpan uangnya dalam lemari, tidak di bank atau surat berharga.
"Banyak orang yang masih simpan dalam lemari sedikit-sedikit, lama-lama dia beli tanah. Nah itu dia mekanismenya, sehingga banyak dana tidak masuk (tercatat)," katanya dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8).
Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam sambutan di Acara AKSIMUDA Cerdas Menabung di Auditorium BPPT, Jakarta, Selasa (30/7). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Dia menuturkan, dana dalam negeri dibutuhkan untuk modal jangka pendek yakni agar dana asing tidak cepat habis. Pun sebenarnya jika masyarakat menyimpan uangnya di bank atau menginvestasikan di surat berharga pemerintah akan ada imbal hasil yang didapatkan.
"Tidak tercatat di sektor formal karena masih rendahnya tingkat inklusi keuangan. Maka masih banyak orang uang menyimpan uangnya di dalam lemari," tutur Darmin.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, menurut dia, saat ini pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menjalankan program untuk meningkatkan inklusi keuangan. Dalam program itu, masyarakat akan dikenalkan dengan layanan perbankan.
"Coba perhatikan, kredit kita sekarang pertumbuhannya berapa, kira-kira 11-12 persen. DPK (Dana Pihak Ketiga) kira-kira 7 persen. Berarti ada gap. Nah kita harus handle itu. Keuangan inklusif benar-benar harus kita dorong. Saya, Kemenko Ekonomi dengan OJK sedang siapkan program besar-besaran untuk dorong keuangan inklusif ini," kata Darmin.