Buwas Nilai Mafia Beras Tak Harus Dipidana: Percuma Kalau Masalahnya Tak Selesai

2 Februari 2023 16:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama Perum BULOG Budi Waseso saat berkunjung di MRMP Kendal, Jawa Tengah, Kamis (21/7/2022). Foto: Galang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama Perum BULOG Budi Waseso saat berkunjung di MRMP Kendal, Jawa Tengah, Kamis (21/7/2022). Foto: Galang/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso atau Buwas, mengakui persoalan mafia beras yang membuat harga mahal sampai saat ini belum bisa dibereskan. Ia mengatakan pemberantasan mafia beras menjadi kewenangan Satgas Pangan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Buwas menilai penindakan mafia beras bisa dilakukan secara persuasif dan tidak perlu pidana.
"Bukan berarti harus dihukum pidana hukum apa, tidak, terserah karena penindakan itu bisa secara persuasif, yang penting orang itu paham mengerti dan tidak mengulang perbuatannya," kata Buwas saat konferensi pers, Kamis (2/2).
"Tujuan dari hukuman atau penindakan itu. Percuma ditahan atau ditangkap tapi tidak selesai persoalannya malah mungkin berkembang. Tapi bukan berarti satgas pangan tidak bekerja, saya yakin beliau bekerja," tambahnya.
Buwas menegaskan pihaknya sudah menyerahkan data-data pendukung dan ikut terjun ke lapangan untuk mengawasi distribusi beras operasi pasar yang digelontorkan ke pasar dan ritel. Ia merasa saat ini yang perlu diperhatikan juga adalah terkait pengawasannya.
ADVERTISEMENT
Buwas memastikan dengan upaya pemberantasan mafia dan pengawasan distribusi, harga beras di level konsumen bisa turun dalam waktu singkat.
"Kalau ini berjalan, enggak pakai lama paling lama penyaluran satu minggu pasti sudah turun pasti. Siapa yang mau main beras kalau itu diawasin. Orang jumlahnya cukup banyak, asalkan betul-betul tersebar merata dan tersampaikan ke masyarakat," ujar Buwas.
Buwas menuturkan, beras program operasi pasar Bulog atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dijual ke pedagang seharga Rp 8.300 per kilogram. Sehingga konsumen seharusnya bisa membeli sesuai harga eceran tertinggi (HET) di Rp 9.450 per kilogram.
"Ada oknum-oknum kelompok tertentu yang memanfaatkan beras ini untuk dia kuasai nanti dia jual dengan pasar dia, melihat peluangnya ada untuk menjual beras ini mahal dan mendapat keuntungan yang berlipat-lipat," tutur Buwas.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) di Januari 2023 menunjukkan inflasi sebesar 5,28 persen secara tahunan (year on year/yoy) dan 0,34 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Salah satu faktor penyebab naiknya inflasi karena komoditas beras. Kepala BPS, Margo Yuwono, menyebut kelompok inflasi terbesar terjadi pada komoditas bensin yang memberikan andil inflasi sebesar 1,07 persen.
Kemudian diikuti bahan bakar rumah tangga sebesar 0,24 persen, harga beras sebesar 0,24 persen, angkutan udara 0,19 persen, rokok kretek 0,17 persen, kontrak rumah 0,12 persen, dan cabai merah 0,11 persen.
“Komoditas menyumbang inflasi tertinggi secara yoy karena adalah adanya inflasi di bensin karena di mana bensin ini memberikan andil inflasi 1,07 persen kemudian diikuti bahan bakar rumah tangga dengan andil kepada inflasi tahunannya sebesar 0,24 persen," ungkap Margo.
ADVERTISEMENT