Catatan Angkot di China: Pakai Bus Listrik dan Tanpa ‘Ngetem’

17 Mei 2018 12:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tram di Kota Guangzhou China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tram di Kota Guangzhou China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perkembangan transportasi massal di China tak hanya didominasi oleh kereta cepat. Meski jaringan kereta cepat memiliki panjang rel 22.000 kilometer (km) hingga penghujung 2017, China juga tetap membangun dan memperhatikan jaringan transportasi perkotaan dengan cukup baik.
ADVERTISEMENT
Layanan transportasi publik tak melulu dibangun di kota lapis pertama seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen. Layanan Metro Subway dan angkutan bus perkotaan juga tersedia dan tersebar dengan sangat baik di kota lapis kedua dan ketiga di China.
Bus Kota Listrik di Guangzhou China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bus Kota Listrik di Guangzhou China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Pengalaman kumparan berada di beberapa kota di China seperti Xi’an, Wuyishan, Hangzhou, Xiamen, Chengdu, Beijing, Shanghai, Quanzhou dan Guangzhou semuanya memiliki jaringan angkutan perkotaan dengan sangat baik, paling tidak terlayani jaringan bus umum. Layanan bus umum juga mudah ditemui meski berada di kota-kota kecil.
Berbeda dengan layanan ‘angkot’ di Jakarta (Ibu kota Indonesia), layanan bus umum di kota-kota di China hanya menaikkan dan menurunkan penumpang di halte.
Stasiun Metro Subway di Guangzhou China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Stasiun Metro Subway di Guangzhou China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Selain itu, tidak ada istilah ‘ngetem’ alias berhenti di tengah jalan untuk menunggu penumpang. Bus umum juga tak dilengkapi kondektur, karena pembayaran tiket dilakukan secara mandiri oleh penumpang dengan cara menempelkan kartu ke mesin pembaca di dekat pintu masuk bus atau bisa juga membayar secara tunai.
ADVERTISEMENT
Armada bus juga mengadopsi teknologi ramah lingkungan karena ada yang telah beralih menggunakan bahan bakar listrik (electric bus) seperti di Kota Xiamen, Wuyishan, Guangzhou, dan Beijing.
Bus Listrik di kota xiamen, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bus Listrik di kota xiamen, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Pemerintah China, menurut China Daily, sangat peduli terhadap aspek lingkungan. Sebagai ilustrasi, Kota Shezhen di Provinsi Guangdong telah memiliki 16.359 armada bus listrik di akhir 2017, bahkan Kota Beijing berencana mengoperasikan 10.000 unit bus listrik hingga akhir 2020.
Kesan positif terkait layanan angkutan umum di China juga diceritakan oleh pelajar Indonesia. Sekar, mahasiswi Doktoral di salah satu kampus di Provinsi Fujian, sangat terbantu dengan ketersediaan jaringan bus perkotaan di China. Selama 5 tahun bersekolah di Tiongkok, layanan bus kota menjadi andalan saat traveling ke berbagai kota di China, termasuk wilayah terpencil.
Metro Subway di Kota Chengdu China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Metro Subway di Kota Chengdu China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
“Menurutku layanan transportasi di China sangat baik seperti dari segi ketersediaan armada, harga, daya jangkauannya hingga ke pelosok, waktu tunggu, kebersihan dan pembayaran,” ujar Sekar kepada kontributor kumparan di China, Kamis (17/5).
ADVERTISEMENT
Pencarian rute dan ketersediaan armada juga bisa dipantau memakai aplikasi di smartphone, baik memakai Bahasa Inggris maupun Mandarin. Hal ini, bagi Sekar, sangat mempermudah saat berpergian ke kota-kota di Negeri Tirai Bambu itu.
Aplikasi bus di China. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi bus di China. (Foto: Dok. Istimewa)
Pembayaran tiket bus juga dilayani memakai uang tunai dan kartu. Rata-rata tarif bus kota di China sebesar RMB 1 sampai RMB 3 per orang (asumsi RMB 1 = Rp 2.000). Pengguna bahkan bisa memperoleh potongan tarif bila membayar memakai kartu bus.
“Tarif bus murah banget, misalnya perjalanan 2 jam cuma bayar RMB 2-3,” tambahnya.
Kereta ekonomi di China (Foto: Feby Dwi Sutantio/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kereta ekonomi di China (Foto: Feby Dwi Sutantio/kumparan)
Selain tarif yang terjangkau, Sekar mengaku tak pernah mengalami masalah keamanan saat memanfaatkan layanan bus kota. Kondisi ini juga tak lepas dari fasilitas security camera yang terpasang di setiap armada bus.
ADVERTISEMENT
“Selama ini aman-aman saja. Saya sudah jalan ke hampir 20 kota di China. Tidak ada diskriminasi atau pun keanehan selama naik bus,” ujarnya.
Kehadiran bike-sharing juga membantu mobilisasi pengguna bus kota karena layanan persewaan sepeda berbasis aplikasi ini tersedia di dekat halte. Alhasil, bike-sharing bisa menjadi transportasi penyambung dari atau menuju ke halte bus.
Kereta ekonomi di China (Foto: Feby Dwi Sutantio/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kereta ekonomi di China (Foto: Feby Dwi Sutantio/kumparan)
Jaringan Metro Subway Tak Hanya Tersedia di Kota Utama China
Selain bus umum, kota-kota China juga memiliki jaringan kereta perkotaan seperti Metro Subway.
Jaringan KRL ini tak hanya tersedia di kota utama China, tetapi kota-kota di luar first tier city juga terlayani Metro Subway.
“Enggak semuanya memang ada subway. Kota-kota besar biasanya ada subway seperti Beijing, Hangzhou, Shanghai, Guangzhou dan Kunming,” sebut Sekar.
Kereta ekonomi di China (Foto: Feby Dwi Sutantio/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kereta ekonomi di China (Foto: Feby Dwi Sutantio/kumparan)
Menurut laporan Ministry of Housing and Urban-Rural Development China seperti dilansir China Daily, jaringan Metro Subway hingga akhir 2016 telah terbangun sepanjang 3.586 km dan tersedia di 30 kota.
ADVERTISEMENT
Di China sendiri terdapat 657 kota. Umumnya, jaringan KRL ini tersedia di ibu kota provinsi, namun ada juga layanan Metro Subway di kota lapis kedua seperti Kota Xiamen. Kota Xiamen, Provinsi Fujian baru mengoperasikan layanan metro line 1 sepanjang 30,3 km pada akhir 2017.
Jadi bagaimana layanan dan ketersediaan jaringan angkutan bus umum hingga KRL di kota-kota di Indonesia?