Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Salah satu transaksi yang kini tengah berkembang di pasar ekuitas adalah Repurchase Agreement (Repo). Repo merupakan transaksi penjualan surat berharga (efek atau saham, surat utang negara, obligasi) dengan janji untuk dibeli kembali, sederhananya repo adalah transaksi gadai efek (saham).
ADVERTISEMENT
Artinya, repo merupakan sebuah transaksi penjualan surat berharga antara dua belah pihak dengan diikuti perjanjian, yaitu pada waktu yang telah disepakati akan dilakukan pembelian kembali atas efek yang sama, dan pada harga tertentu sesuai kesepakatan.
Dari harga yang sudah ditentukan tersebut, maka pembeli akan mendapatkan keuntungan berupa bunga karena telah meminjamkan dananya. Tak heran, transaksi ini pun makin marak dilakukan karena hampir sama dengan pinjaman namun menggunakan surat berharga sebagai penjaminnya.
Untuk mengatur transaksi repo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK No. 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan.
Beleid ini kemudian diikuti oleh peresmian Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia, yang merupakan dokumen perjanjian transaksi repo yang wajib digunakan oleh Lembaga Jasa Keuangan di Indonesia.
Sayangnya, transaksi repo kerap rentan adanya pelanggaran. Misalnya, pihak A dan B melakukan transaksi repo dengan menggunakan saham sebagai jaminan. Saham ini digadaikan A kepada B, dan akan dibeli kembali oleh A dalam waktu satu hari kemudian. Namun ternyata A justru menjual saham yang seharusnya dijadikan sebagai jaminan.
ADVERTISEMENT
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen pun tidak menampik bahwa jenis-jenis pelanggaran tersebut sering ditemui.
“Saya baca beberapa, itu jadi modus. Jadi tidak konsisten karena ngomongnya ini (saham) jadi agunan tetapi di-crossing,” ungkap Hoesen di Main Hall BEI, Jakarta, Selasa (21/5).
Untuk itu, para pelaku pasar menilai, saat ini diperlukan Market Standard sebagai pelengkap GMRA Indonesia. Market Standar ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih pemahaman dalam transaksi repo. Atas dasar itu, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) dan OJK kemudian menyusun market standar tersebut.
“APEI mengharapkan Market Standard ini dapat dijadikan sebagai acuan di pasar ekuitas dan mendukung kredibilitas pasar modal sesuai dengan visi APEI,” ujar Kordinator Komite Ketua Umum APEI Karman Pamurahardjo.
Menurut Karman, Market Standard ini mengacu kepada GMRA Indonesia dan best practice di pasar internasional serta diselaraskan dengan pasar Repo Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya Market Standard ini, diharapkan pelaku pasar dapat memahami ketentuan dan mekanisme terkait transaksi repo, meningkatkan volume dan jumlah pelaku transaksi repo di Indonesia, serta menerapkan standar profesionalisme yang tinggi sesuai dengan best market practices. Sehingga diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian atau perselisihan pada saat melakukan transaksi repo.
“Kalau misalnya beda-beda pemahamannya jadi salah. Makanya dibuatlah market standarnya oleh mereka,” tegas Hoesen.