Cegah Penyalahgunaan Layanan, BPJS Kesehatan Berlakukan Iuran Urunan

18 Januari 2019 13:18 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers BPJS Kesehatan Soal Urun dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta. (Foto: Ema Fitiriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers BPJS Kesehatan Soal Urun dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta. (Foto: Ema Fitiriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah bakal memberlakukan adanya biaya urunan bagi peserta BPJS Kesehatan dalam waktu dekat ini. Tarikan biaya urunan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengatakan, ketentuan urun biaya tersebut diberlakukan bagi jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Dalam aturan yang diundangkan pada 17 Desember 2018 ini, urun biaya bakal dikenakan pada pasien BPJS Kesehatan untuk rawat jalan dan rawat inap.
Budi mengatakan, untuk rawat jalan besarannya Rp 20.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan RS kelas B. Lalu untuk urun biaya sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama.
“Yang paling tinggi Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu 3 bulan. Perlu diperhatikan, nominal ini terbilang kecil daripada total biaya pelayanan yang diperoleh peserta," kata Budi dalam konferensi pers di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (18/1).
ADVERTISEMENT
Sementara untuk urun biaya untuk rawat inap, ditetapkan 10 persen atau paling tinggi dengan nominal tertentu dari biaya pelayanan.
Calon pasien menunggu antrean di RSUD Jati Padang, Jakarta, Senin (7/1/2019).  (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
Calon pasien menunggu antrean di RSUD Jati Padang, Jakarta, Senin (7/1/2019). (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Skemanya, kata dia, 10 persen urunan itu dihitung dari total tarif INA-CBG (Indonesia Case Base Group) setiap kali melakukan rawat inap atau paling tinggi sebesar Rp 30 juta yang harus dibayarkan peserta dalam layanan ini.
Untuk pembayarannya, urun biaya dilakukan pasien di rumah sakit. Nantinya, uang urun itu akan masuk ke kas rumah sakit.
“Misalnya biaya pasien Rp 200 ribu, dia kan harus kena Rp 20 ribu yang uangnya masuk ke rumah sakit. Nanti BPJS bayar sisanya Rp 180 ribu ke rumah sakit (di akhir penagihan),” kata dia.
ADVERTISEMENT
Adapun penetapan jenis-jenis pelayanan kesehatan, kata dia, dilakukan berdasarkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan atau asosiasi fasilitas kesehatan. Nantinya, jenis pelayanan yang direkomendasikan bakal diperiksa dulu oleh Menteri Kesehatan untuk nantinya disetujui.
“Kelompoknya diusulkan oleh stakeholder. Lalu Menkes siapkan tim untuk dibahas dan ditetapkan. Lalu disosialisasikan dulu ke masyarakat. Jadi ada yang bilang kalau sekarang sudah diberlakukan di RS dan peserta JKN, itu tidak benar. Belum ditetapkan (ke pasien),” kata Budi.
Karena pihak terkait masih menyeleksi fasilitas pelayanan yang berpotensi disalahgunakan, Budi belum bisa mengatakan kapan pelaksanaan dari urun biaya dalam Permenkes 51/2018 bakal diterapkan.
“Tergantung. Misalnya (daftar jenis pelayanannya) ditetapkan 1 Februari, berarti di akhir bulan (sudah berjalan) tapi tidak langsung dilaksanakan. Bakal disosialisasikan dulu ke pasien dan rumah sakit,” jelasnya.
ADVERTISEMENT