Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Celios: 46 Persen Responden Khawatir Penyaluran Makan Bergizi Gratis Tak Efisien
30 Desember 2024 11:12 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Bakhrul Fikri menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki sejumlah tantangan seperti efektivitas implementasi, keberlanjutan, transparansi pengelolaan anggaran, hingga model penyaluran MBG.
ADVERTISEMENT
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) ini erat kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa. Fikri mengakui, program prioritas dari Presiden Prabowo Subianto tersebut memiliki tujuan yang baik.
Namun, rantai birokrasi yang ditawarkan oleh pemerintah, dalam hal ini penyaluran MBG, akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana potensi dari kasus korupsi.
Selain itu, instansi terkait juga sangat memungkinkan akan menjadi lumbung atau lahan basah korupsi. Terutama dalam hal pengadaan dan distribusi bahan makanan.
“Artinya bagaimana nanti rantai birokrasi yang panjang tadi dan juga keterlibatan banyak institusi pemerintah bahkan dari pusat hingga ke daerah itu juga akan membuat bagaimana kondisi korupsi yang mungkin terjadi itu,” kata Fikri dalam diskusi publik dan peluncuran laporan "Yang Lapar Siapa? Yang Kenyang Siapa?" secara virtual, Senin (30/12).
Potensi korupsi ini juga dapat terjadi pada antar pejabat dan juga penyediaan bahan makanan terkait bagaimana memenangkan tender dengan harga lebih tinggi hingga penerimaan suap.
ADVERTISEMENT
“Potensi korupsi di penyaluran MBG nanti itu kemungkinan akan terjadi sangat besar di dalam hal pengadaan dan distribusi bahan makanan. Kemudian yang kedua adalah pemalsuan data penerima manfaat,” ujarnya.
Menurut Fikri, penerima manfaat dari program Makan Bergizi Gratis ini juga masih belum jelas mekanismenya dari pemerintah. Seperti persyaratan yang bisa mendapatkan program dari Makan Bergizi Gratis ini yang belum ada kepastian.
“Nah ini kan juga belum jelas ya. Artinya pemalsuan data ini juga bisa sangat besar gitu potensinya untuk dimanfaatkan dan terjadi celah korupsi di sana,” katanya.
Hasil studi Celios menunjukkan bahwa 46 persen responden khawatir terhadap adanya penyaluran yang tidak efisien. Hal ini disebabkan oleh adanya penyimpangan, telatnya datang makanan, korupsi, dan kekurangan nutrisi di dalam menu makanan.
ADVERTISEMENT
“Ya, ini juga berkorelasi juga ya. Ternyata anggaran yang ditetapkan dalam satu porsi makanan dari hari ke hari ternyata berkurang dan akhirnya terakhir sekali adalah Rp 10.000,” ungkap Fikri.
Pemerintah Gandeng Vietnam Bangun Peternakan
Peneliti Celios Bakhrul Fikri bicara soal keputusan pemerintah menggandeng investor asal Vietnam untuk membangun industri sapi perah di lahan seluas 10 ribu hektare di Poso, Sulawesi Tengah guna mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut Fikri, langkah pemerintah menggaet investor dari Vietnam tersebut tidak tepat. Hal ini akan berdampak pada melemahnya ekonomi lokal untuk mendapatkan keuntungan dari program MBG.
“Lagi-lagi kita bergantung kepada investor asing, keuntungan yang tidak terdistribusi ke peternak dan juga industri susu dalam negeri gitu ya, juga berpotensi melemahkan ekonomi lokal justru,” kata Fikri dalam diskusi publik dan peluncuran laporan “Yang Lapar Siapa? Yang Kenyang Siapa?” secara virtual, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijkan pemerintah ini juga akan berpotensi memberikan dampak buruk pada lingkungan. Menurutnya, pengelolaan lahan dalam skala besar dapat memicu degradasi tanah, deforestasi, dan perubahan ekosistem lokal.
“Nah, kemudian dampak negatif kepada sosial juga berpotensi merusak ruang hidup masyarakat adat dan juga mengakibatkan pengusuran komunitas lokal,” ujarnya.
Sementara itu, hasil studi Celios menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mendukung kebijakan berbasis ketahanan pangan lokal.
Sebanyak 59 persen responden menolak bahan pangan impor, menekankan pentingnya memanfaatkan produk domestik. Sebagai bagian dari solusi, pengadaan barang dan jasa untuk MBG disarankan melibatkan 85 persen produk lokal dan UMKM.
Pendekatan ini tidak hanya mendukung pelaksanaan program tetapi juga berpotensi memberdayakan pelaku usaha kecil danmenengah serta memperkuat perekonomian lokal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, studi CELIOS juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat (79 persen) menolak opsi pembiayaan melalui utang luar negeri, mendesak pemerintah mencari solusi pembiayaan yang lebih berkelanjutan.
Dukungan publik terhadap implementasi bertahap juga mencerminkan kehati-hatian, dengan 56 persen responden menyarankan MBG dimulai secara bertahap untuk mengurangi risiko kebocoran dana dan inefisiensi.