Cerita 20 Karyawan Trans Jogja yang Dirumahkan Tanpa Gaji, Kini Mau di-PHK

16 Oktober 2020 16:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Riyatna, pramugara TransJogja bersama PHBI.
 Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Riyatna, pramugara TransJogja bersama PHBI. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 20 karyawan salah satu perusahaan yang mengelola bus Trans Jogja mengaku di-PHK secara sepihak oleh perusahaan. Para sopir, pramugara dan pramugari Trans Jogja ini kemudian meminta bantuan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) untuk mendapatkan haknya.
ADVERTISEMENT
Riyatna (51), pramugara bus Trans Jogja yang menjadi perwakilan pekerja menjelaskan kasus ini bermula pada 23 Juli 2020 lalu. Sebanyak 72 pekerja dipanggil pihak manajemen terkait pengurangan jumlah pekerja menyusul pengurangan armada yang beroperasi akibat pandemi corona.
"Tanggal 23 Juli 2020, kami 72 pekerja dirumahkan per tanggal tersebut tanpa dapat hak. Perusahaan pada saat itu menyampaikan bahwa hanya ada tiga pilihan," kata Riyatna ditemui di Kantor PHBI di Banguntapan, Bantul, DIY, Jumat (16/10).
Tiga pilihan yang ditawarkan perusahaan adalah menerima putusan manajemen untuk dirumahkan sampai Januari 2022 tanpa digaji. Lalu, pilihan kedua tidak menerima keputusan dan mengundurkan diri dengan kompensasi 15 persen dari pesangon.
Yang ketiga, jika tidak menerima putusan dan dipersilakan mengajukan perselisihan atau biparit.
ADVERTISEMENT
"Dari 72 orang yang tidak dipekerjakan, ada 20 orang dari teman-teman kami memilih menempuh ke perselisihan hubungan industrial," katanya.
Ke-20 pekerja ini ingin agar tetap mendapatkan gaji pokok saat dirumahkan seusai dengan peraturan yang ada. Namun, perusahaan tidak menyanggupi keinginan pekerja itu.
"Kami telah melakukan perselisihan bipartit dengan manajemen. Kemudian sudah tripartit mediasi melalui Disnakertrans Bantul. Sudah tiga kali dengan hasil sama deadlock. Tidak menemui kesepakatan tentang tuntutan kami," katanya.
Ilustrasi bus Trans Jogja Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Setelah itu, para pekerja ini pun mengajukan tuntutan untuk PHK dengan mendapatkan pesangon sesuai UU No 13/2003. Namun perusahaan mengaku tidak mampu dengan besaran pesangon sesuai UU.
Sementara itu, Majelis Anggota Wilayah PHBI, Arsiko Daniwidho menjelaskan pada mediasi terakhir 13 Oktober lalu, belum ada titik temu. Perusahaan juga belum mau memberikan tuntutan pekerja meski tuntutan sudah dikurangi 50 persen dari 2 kali ketentuan UU no 13/2003.
ADVERTISEMENT
"Kenapa dikalikan 2? Karena PHK dilakukan dengan alasan efisiensi dan bukan atas kesalahan pekerja," kata Arsiko.
"Kasus ini PHK sepihak. Tidak diberi akses pekerjaan. Itu dapat dikategorikan sebagai PHK sepihak untuk memenuhi ketentuan efisiensi 2 kali pesangon," ujarnya.
Menurut Arsiko, perusahaan tidak boleh menutup akses bekerja para karyawan sebelum ada keputusan hukum tetap.
"Pengusaha tidak mengakui PHK. Buruh masih dianggap karyawan tapi tidak digaji. Kan (harusnya) kalau tidak bekerja gajinya dipotong. Ini tidak diberi akses pekerjaan, sebelum ada putusan gaji harusnya tetap dibayarkan. Yang harus dibayarkan gaji pokok," katanya.
Patut diketahui gaji pokok pengemudi Trans Jogja di luar tunjangan adalah Rp 2,8 juta. Sementara untuk pramugara Rp 2,1 Juta.
ADVERTISEMENT
Direktur PBHI, Imam Joko Nugroho menegaskan pihaknya akan mengawal kasus ini. Dia mengindikasikan perusahaan ini memanfaatkan momen pandemi corona untuk efisiensi.
"Tetap kami akan menggugat tapi proses gugatan ada gerakan litigasi. Perusahaan boleh berdalih dengan peraturan perusahaan. Tapi ada payung UU Naker," katanya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans DI Yogyakarta, Aria Nugrahadi mengatakan bahwa persoalan ini masih ditangani Disnakertrans Bantul.
"Kami sudah mendapatkan aduan atas permasalahan itu. Sekarang prosesnya ada di Bantul. Mediasi di dinaskertrans Bantul," ujar Aria.
"Secara umum kita melindungi tenaga kerja tapi kita menghormati mediator di Bantul menjalankan tugas dahulu," katanya.
Dia berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara mediasi. Terlebih saat pandemi seperti ini lapangan pekerjaan sangat terbataa.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir karena hubungan industrial ya saya menganjurkan bisa diselesaikan (mediasi) dengan baik. Di masa seperti ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan juga butuh banyak bagaimana harmonisasi bisa terjadi dari mediasi," katanya.
Sementara itu, pihak perusahaan belum memberikan keterangan terkait permasalahan ini.