Cerita Michael Yeoh: Pebisnis Transportasi yang Sukses di Bursa Saham

25 Januari 2022 16:25 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Michael Yeoh. Foto: Instagram/@_michaelyeoh
zoom-in-whitePerbesar
Michael Yeoh. Foto: Instagram/@_michaelyeoh
ADVERTISEMENT
Saham kini bukan lagi instrumen investasi yang asing di masyarakat, termasuk bagi generasi milenial. Salah satu sosok yang tak asing di dunia saham yakni Michael Yeoh, seorang profesional trader and trading coach.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran 1991 ini mulai terjun di bursa saham pada 2013 silam. Tak langsung jatuh hati pada saham, Michael Yeoh sempat melihat saham seperti judi. Namun akhirnya persepsinya berubah setelah terjun langsung dan mempelajarinya.
"Jadi kalau benar-benar first time-nya tuh saya awalnya bagi saya saham itu kayak orang lain saya anggap kayak judi segala macem, lalu teman-teman saya yang ngajak invest di saham saya bilang ini judi, saya enggak percaya, tapi lama kelamaan saya mulai perhatiin, kok yang mereka bicarakan ini menarik," ujar Michael saat berbincang dengan kumparan, Selasa (25/1).
"Akhirnya saya pelajarin dan akhirnya saya terjun di saham juga, itu di kisaran awal 2013. Semenjak dari situ saya mulai dalemin, dalam waktu satu tahun saya dalemin saham jauh lebih dari teman saya yang sudah 3-5 tahun," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Michael mulai terjun di bursa saham dengan modal Rp 10 juta saja. Tak langsung mulus, Michael juga melalui berbagai kegagalan dan kerugian. Apalagi di tahun 2013, awal Michael terjun, market tak sebagus sekarang.
"3 sampai 4 tahun. Di situ baru saya merasa bahwa oh ternyata ini yang selama ini saya cari. Kalau saya flashback sendiri, ternyata prosesnya memang enggak mudah, penuh trial dan error, banyak sekali uang belajar dan memang tidak semulus yang dikira orang-orang trader itu di rumah dapat duit, enggak seperti itu," ungkapnya.
Michael Yeoh. Foto: Instagram/@_michaelyeoh
Michael juga sempat ikut beberapa grup yang membahas saham. Di situ dia juga mulai mempelajari gerak saham.
"Banyak errornya, banyak gagalnya, akhirnya saya mulai sama kayak orang biasa, masuk grup sana sini lalu akhirnya at the end merasa kalau ada yang lebih cocok, metode yang lebih cocok untuk saya yang mana akhirnya saya terjun ke teknikal waktu itu," ceritanya.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalannya memahami teknikal saham, Michael Yeoh sempat merasakan kerugian besar. Bahkan mencapai 50 persen. Namun setelah mempelajari teknikal saham, Michael mulai memahami pergerakan saham. Bahkan kini volume trading Michael sudah mencapai 2 miliar.
"Mungkin kalau pertama itu rugi saya itu hampir 50 persen kayaknya. Size trading saya (sekarang) di atas 2 billion," tuturnya.
Sebelum terjun ke bursa saham dan menguasainya, Michael merupakan seorang pebisnis. Michael memiliki bisnis transportasi yang hingga kini masih tetap dilanjutkan.
"Saya tuh punya usaha di bidang transportasi, yaitu angkutan CPO sama transportasi darat. Sekarang masih, tapi autopilot," kata dia.
Michael berpegang pada prinsip menjadi lebih baik dari dirinya yang kemarin. Menurutnya ukuran sukses adalah menjadi lebih baik dari diri sendiri, bukan terus membandingkan dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya sukses itu ketika kamu lebih baik dari diri kamu kemarin, karena setiap orang itu kan start-nya beda. Ada yang dari 0, ada yang dari 100, ada yang dari minus bahkan, selama kamu terus menanjak, ya sometimes kamu terjatuh gagal, tapi kamu terus bangkit, dan setiap tahunnya selalu lebih dari diri kamu kemarin. Itulah sukses," ujarnya.

Kuasai Teknikal Saham

Setelah memulai perjalannya di bursa saham pada 2013, Michael mulai mengenal metode analisis teknikal. Menurutnya ini menjadi pondasinya di pasar saham.
"Kita punya metode yang mana kita bisa terjun ke dunia ini tanpa menjadi korban, untuk itu kita harus ngerti marketnya dan bisa menempatkan posisi yang sesuai dengan risiko kita," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi sebenarnya market bukan tempat untuk mencari profit kalo opini saya, tapi tempat untuk mengelola risiko dan ketika kita bisa ubah mindset itu dan punya strategi untuk mengelola risiko nanti profit nyusul. Jadi kebanyakan milenial maunya profit, tiap hari profit, itu yang jadi buat kita punya strategi jadi salah," tambahnya.