Cerita Pedagang Pasar Tanah Abang, Jadi Jualan Online Sejak Tutup Karena Corona

2 April 2020 12:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pengunjung melintasi kios-kios pedagang yang tutup di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (4/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pengunjung melintasi kios-kios pedagang yang tutup di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (4/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak merebaknya pandemi virus corona di Indonesia telah merangsek ke segala lini perekonomian. Laju penyebarannya yang kian cepat membuat aktivitas perekonomian terganggu, warung-warung hingga pusat perbelanjaan terpaksa tutup.
ADVERTISEMENT
Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, pun tak terhindarkan dari imbas wabah asal Wuhan, China. Salah satu pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu ditutup sejak Senin, 27 Maret 2020.
Padahal ada ratusan pedagang yang mengais rezeki setiap hari di pasar yang terdiri dari 7 blok ini. Mereka, mau tidak mau mesti menerima dan menjalankan keputusan tersebut.
Surya Oktoberianto (27), salah satu pedagang yang dipaksa menghadapi situasi itu. Surya yang sebelumnya tidak pernah menyiapkan diri untuk situasi tersebut, berusaha memutar otak saat mendapat kabar pasar akan ditutup sementara.
Ia memiliki dua toko pakaian di Blok A, dengan 2 orang karyawan yang menggantungkan nasib di sana. Satu-satunya jalan yang melintas di kepalanya saat itu hanya mencoba peruntungan di bisnis online.
ADVERTISEMENT
"Harus tutup sampai 5 April, dari tanggal 27 itu saya mencoba online. Memang belum pernah nyoba, tapi daripada pulang kampung kayak kawan yang lain," ujar Surya kepada kumparan, Kamis (2/4).
Surya kemudian bercerita, sebagian besar rekan-rekannya sesama pedagang Pasar Tanah Abang di Blok A cuma punya dua jalan. Memilih mencoba peruntungan di jejaring bisnis online atau pulang kampung.
Sejumlah pengunjung melintasi kios-kios pedagang yang tutup di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (4/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ia membeberkan tak sedikit rekan-rekannya yang memilih pulang kampung, memanfaatkan momentum sebelum akses transportasi ditutup Pemprov DKI Jakarta.
Namun Surya menolak opsi tersebut, atas pertimbangan tak mau membawa risiko penyakit ke kampung halaman sembari tetap berusaha menyelamatkan ekonomi dua karyawannya.
"Khawatir pulang malah bawa virus ke kampung. Tapi ada juga yang lebih milih pulang sementara lantaran kebingungan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Membuka toko online tak pernah ia harapkan mampu menutupi kehilangan omzet dua tokonya yang lebih dari Rp 2.000.000 per hari itu.
Bisnis tersebut ia akui hanya untuk menutupi pengeluaran harian dia dan dua karyawan yang bertahan di kontrakan kawasan Petamburan.
Bisnis itu pun, kata dia, hanya memiliki pasar sebatas rekan-rekannya sesama pedagang yang berada di daerah-daerah yang tak masuk zona merah seperti Jakarta.
Lagi pula, ia mafhum di tengah merebaknya COVID-19, orang-orang tentu lebih memprioritaskan kebutuhan pangan ketimbang pakaian.
"Perbandingan omzetnya 70 sampai 80 persen dari biasa, gagal panen karena corona. Orang pasti lebih mengutamakan kebutuhan perut daripada pakaian di tengah wabah ini," tutur Surya.
Bukan cuma Surya dan para pelaku pasar saja yang terpukul akibat tutupnya raksasa grosir tersebut. Efek tutupnya pasar ini dinilai bakal berpengaruh secara nasional.
ADVERTISEMENT
"Dampak ekonominya cukup besar ke seluruh sektor ritel nasional. Perputaran uang di Tanah Abang mencapai Rp 200 miliar per hari. Itu baru di tanah abang saja," kata Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira saat dihubungi kumparan, Jumat (27/3).
Jika ditotal dengan omzet penjualan hingga ke daerah-daerah, Bhima mengira-ngira omzet yang hilang per hari dari pasar tersebut mencapai Rp 500 miliar.
Warga beraktivitas di depan pintu masuk Pasar Tanah Abang yang tutup di Jakarta Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Keadaan itu semakin diperburuk dengan momentum yang semakin dekat dengan ramadhan dan lebaran. Waktu yang paling dinanti oleh para pedagang untuk meraup omzet lebih.
Kekhawatiran Bhima ini juga sempat disinggung Surya. Meski manajemen baru memutuskan tutup sampai 5 April 2020, ia hampir pesimistis kebijakan tersebut tak diperpanjang.
Dengan nada setengah berseloroh bercampur rasa cemas, ia sudah terbayang lebaran tahun ini akan berbeda dari sebelum-sebelumnya. Kesempatannya berbagi rezeki ke kampung halaman hampir pasti kandas.
ADVERTISEMENT
Belum lagi rencana pernikahan yang sudah ia rancang sedemikian rupa untuk awal tahun depan, yang mau tidak mau bakal menghadapi kendala.
"Entah bisa pulang, untunglah rencana menikah masih tahun depan," pungkasnya sambil berharap virus ini segera tertangani dan aktivitas ekonomi kembali normal.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!