Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Warga Kecamatan Perbaungan di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, punya mata pencaharian unik sejak 30 tahun belakangan.
ADVERTISEMENT
Penduduk yang mayoritas bertani rela meninggalkan pekerjaan di sawah, demi mencari kelabang di ladang sawit. Bermodalkan kapak, masyarakatnya menyebar, memburu hewan melata yang dikenal beracun itu.
Kelabang, di Kabupaten berjuluk Tanah Bertuah Negeri Beradat ini punya nilai ekonomis. Satu ekornya dihargai Rp 1.500.
Mencari kelabang di Kecamatan Perbaungan sangat mudah, wilayahnya dikelilingi pohon sawit yang jadi rumah bagi kawanan kelabang. Rumah-rumah kelabang ini lah yang jadi ladang rezeki bagi pemburu kelabang.
Tak jarang mereka mencari kelabang dari matahari terbit hingga tenggelam. Aktivitas itu kerap dilakukan, Anto (40) seorang pengepul kelabang.
Dalam sehari, dirinya bisa memperoleh 20-60 kelabang. Meskipun kelabang memiliki bisa beracun, Anto tidak gentar demi memperoleh rezeki halal.
ADVERTISEMENT
“Menangkapnya berbahaya, tapi cemana lagi, ini mata pencaharian kita dari lipan (kelabang). Ini kita nangkapnya pakai parang babat. Kita ambil kepalanya," ujarnya, Selasa (13/8).
Di balik bisnis kelabang di Kecamatan Perbaungan, ada sosok pemuda bernama Rizky Santri Kurniawan. Lewat kelabang, pemuda 21 tahun ini menikmati manisnya kesuksesan.
Buktinya di awal Agustus 2019, dirinya mengekspor 100.000 ekor kelabang seberat 460 kilogram ke Vietnam. Kelabang tersebut dihargai Rp 1,2 juta per kg. Total nilai ekspor Kelabang tersebut mencapai Rp 552 juta.
Bisnis kelabang yang berada di Dusun Belimbing, Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, sebenarnya turunan dari bisnis ayah Rizky yang merintisnya sejak tahun 1986. Lalu diserahkan kepada Rizky pada 2015.
ADVERTISEMENT
Di tangan ayahnya, penjualan kelabang berkembang ke Jakarta dan Surabaya. Di tangan Rizky, bisnis kelabang moncer hingga ke Vietnam. Rizky menggunakan media sosial sebagai alat promosi.
“Buyer dari Vietnam melihat iklan itu dan kemudian datang ke rumah dan melihat kelabang olahan kami. Dia bilang, ini barang terbaik yang pernah dia lihat. Kami langsung diajak kerja sama,”ujar Rizky.
Rizky menjual dua jenis kelabang di rumahnya, yakni kelabang hidup dan kelabang yang sudah dikeringkan.
“Kelabang hidup untuk makan ikan arwana, sementara untuk kelabang kering untuk obat tifus dan berbagai obat lainnya,” kata Rizky.
Saat ini bisnis kelabang Rizky kian sukses, bahkan pembeli dari Vietnam rela menerima berapa pun kelabang miliknya. Hal ini secara tidak langsung juga meningkatkan perekonomian warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Misalnya untuk pembuatan kelabang kering, Rizky menggunakan jasa puluhan ibu rumah tangga di Kecamatan Perbaungan, untuk mengelolanya menjadi produk yang laris sampai ke pasar ekspor.
“Ibu-ibu yang mengelola kelabang kering berpenghasilan Rp 50.000-Rp70.000 per hari. Sedangkan masyarakat biasa, bisa mengumpulkan 5.000 hingga 8.000 ekor lipan (kelabang) per hari. Sekarang ini sekitar 80 persen warga di kecamatan itu, mamasok kelabang ke tempat saya,” ujar Rizky.